Iman terdiri dari dua bagian. Sebagian sabar & sebagian yg lain adalah syukur, sebagaimana yg dijelaskan oleh hadits2 Rasulullah saw.

Banyak sekali ayat Al Qur’an yg menjelaskan keutamaan sabar. Di antaranya surat Al-Sajadah (32): 24; Al-A’raf (7): 137; Al-Nahl (16): 96.

Rasulullah saw ditanya tentang iman, Beliau saw menjawab: “Pokoknya iman adalah sabar & murah hati”. Beliau saw bersabda: Sabar adalah gedung (yg sangat berharga) dari gedung-gedung surga”.

Sabar terbangun dari tiga unsur. Pertama, ilmu (yaqin) yang laksana pohon. Kedua, Perilaku batin laksana ranting. Ketiga, amal laksana buah.

Seseorang hendaknya yaqin bahwa kemaslahatan agama dirinya terletak pada sabar. Penanaman yaqin tersebut akan menumbuhkan kekuatan batin yg mendorong seseorang untuk melaksanakan sabar. Karena Seseorang tidak mudah melaksanakan amal kecuali dengan yaqin. Kadar amal seseorang sesuai dengan kadar yaqinnya.

Macam-macam sabar
Pertama, dalam melaksanakan ibadah dan mengendalikan hawa nafsu.
Pengendalian hawa nafsu & syahwat membutuhkan pd kesabaran, sehingga seseorang dalam hal-hal yg diperbolehkan tidak melewati batasan kewajaran sampai pada berlebih-lebihan.

Prinsip sabar dalam ibadah adalah ia yaqin bahwa kesabaran di dunia hanya dalam waktu yg sebentar, dan akan mengantarkan pada keberuntungan yg abadi di akhirat.
Kesabaran dlm ibadah membutuhkan pada kesabaran jangan sampai ibadahnya dibumihanguskan dg riya’, sum’ah dan ‘ujub.

Kedua, sabar memikul derita akibat hinaan & cacian orang lain. Sebagaimana yg dijelaskan surat Ibrahim (14): 12.

Hadhrotusy Syaikh KH Achmad Asrori Al Ishaqy ra.: “Jadikanlah cacian dan hinaan orang lain pada kita sebagai pupuk atau rabuk yg akan menyuburkan batin kita”.

Ketiga, sabar menghadapi kenyataan hidup yg tidak diinginkan. Seperti musibah, sakit, kehilangan orang yg dicintainya dan yg lain.

Sayyidina Ibn Abbas Ra berkata: “Ada 3 jenis sabar dalam Al Qur’an. Pertama, sabar untuk menjalankan kewajiban dari Allah swt. Baginya akan dianugerahi 300 derajat. Kedua, sabar meninggalkan larangan Allah. Baginya akan dianugerahi 600 derajat. Ketiga, sabar dalam menghadapi mushibah ketika menimpanya. Baginya akan dianugerahi 900 derajat”.

Tentunya semuanya membutuhkan perjuangan dan pengolahan jiwa dalam waktu yg tidak sebentar.

Syukur
Keutamaan syukur dibuktikan dengan bahwa Allah menggandeng syukur bersama dzikir. Padahal mengingat Allah adalah sesuatu yg besar, agung dan dahsyat. Sebagaimana yg ditunjukkan surat Al-Ankabut (29): 45; Al-Baqarah (2): 152; Ali ‘Imran (3): 144; Saba’ (34): 13.

Rasulullah saw bersabda: “Orang yang makan yang bersyukur menempati kedudukan orang yang berpuasa yang sabar”.

Sebagaimana sabar, syukur juga terbangun dengan tiga pondasi: Pertama, Ilmu (yaqin). Kedua, hal (perilaku batin). Ketiga, perbuatan.

Jelasnya, hakikat syukur adalah kesadaran bahwa tidak ada yang memberi nikmat kecuali Allah.

Kesadaran ini jika diintegrasikan dengan diri seseorang, maka ia akan sadar bahwa dirinya, ilmu, pengetahuan, kecukupan kebutuhan hidup dan kehidupannya, semuanya adalah nikmat dan anugerah Allah SWT, sehingga akan lahir kegembiraan dengan Allah swt atas limpahan nikmat dan anugerah padanya.

Oleh karena itu, Hadhrotusy Syaikh KH. Achmad Asrori Al Ishaqy ra. Mendefinisikan syukur adalah terbuka dan gembiranya hati akibat ia menyadari & menyaksikan anugerah Allah swt (syhuhudu minatu Rabbi).

Kegembiraan ini akan memunculkan aktifitas dan gerakan hati, lisan dan anggota lahir.

Oleh karena itu, Sayyidina Syaikh Zakariya Al Anshari ra. mendevinisikan syukur adalah mendayagunakan seseorang pada semua yang dilimpahkan oleh Allah swt untuk tujuan penciptaan manusia, yakni ‘ibadah, ‘ubudiyah maupun ‘abudah sesuai dg kelas masing-masing.

Dari beberapa devinisi di atas syukur dapat dipetakan menjadi tiga.

Pertama, syukur dengan lisan. Yaitu memuji Allah swt atas limpahan nikmat dan anugerah.

Kedua, syukur anggota lahir. Yakni, semua nikmat Allah padanya digunakan untuk taat kepada Allah swt. dan menjaganya dari berbuat maksiat. Mata digunakan untuk membaca Al Qur’an, ilmu syari’at dan segala kebaikan. Tidak digunakan untuk melihat hal-hal yang dilarang oleh Allah swt. Kaki digunakan untuk melangkahkan menuju sholat berjamaah, belajar, majlis dzikir dan kebaikan yg lain. Telinga digunakan untuk mendengarkan bacaan Al Qur’an, Maulid, Manaqib dan kebaikan yang lain.Dan seterusnya.

Ketiga, syukur dengan hati. Yakni menyadari dan meyakini bahwa tidak ada nikmat, anugerah & kebaikan kecuali dari Allah swt.

Diriwayatkan bahwa Sayyuduna Nabi Musa as juga Sayyiduna Nabi Dawud as pernah bertanya kepada Allah swt: Ya Allah bagaimana saya mampu bersyukur kepadamu? Padahal bersyukurnya kami atas semua nikmat-nikmat-Mu adalah nikmat yang harus kami syukuri.

Allah swt menjawab: ketika itu maka kalian telah bersyukur.

Kesadaran seseorang bahwa ia tidak mampu bersyukur seperti yang dirasakan oleh kedua Nabi tersebut merupakan bagian dari Ma’rifat Allah swt.

Hal ini, sebagaimana yang disampaikan oleh Sayyidina Abu Bakar Al-Shiddik ra: “Al Ajzu bil idrak idrak”- kesadaran diri lemah tidak berdaya untuk idrak (berma’rifat) adalah hakikat kema’rifatan.

Oleh Karenanya, Rasulullah saw memberi pesan kepada Sayyidina Mu’adz Ibn Jabal ra. agar selalu berdo’a, terutama setelah sholat:

“Ya Allah tolonglah saya agar selalu dzikir ingat pada-Mu, selalu bersyukur dan selalu terbaik dalam ibadah kepada-Mu”.

Ya Allah ! . . .
Tuhan Yang Maha Mulia, ampunilah semua dosa kami dan berilah kami solusi dalam segala urusan kami dengan perantara kebesaran Nabi yang terpilih di sisi-Mu.

Ya Allah !. . .
Limpahkanlan kesejukan rahmat, ampunan & maghfirah-Mu

Ya Allah! . . .
Berilah kami taufiq untuk selalu bersyukur kepada-Mu selama kami masih hidup.
dengan berkahnya hamba-hamba-Mu yg sholih, Hadhrotusy Syaikh KH Achmad Asrori Al Ishaqy ra., segenap Guru ra. sampai Rasulillah Muhammad saw Amin amin Amin Ya Rabbal ‘alamin.

Al Maraji’
Sayyiduna, Imam Ghazali ra., Ihya ‘Ulumuddin.
Sayyiduna Syaikh Abdul Qadir Isa ra., Haqoiq Tashowwuf.
Sayyiduna Syaikh Zakariyya Al Anshori ra., Lubbul Ushul.
Hadhrotusy Syaikh KH. Achmad Asrori Al Ishaqy ra., Al Muntakhobat, Mutiara Hikmah & Iklil.

S’Pore, Senin, 26 Rabiuts Tsani 1441 H./23 Desember 2019
Khuwaidimukum Ibn Mudzakir Sa’id