REFLEKSI HARI PENDIDIKAN NASIONAL

Oleh: Brima Wismadi

(Pengurus Cabang PERGUNU Majalengka)

Pendidikan nasional saat ini memiliki segudang persoalan, mulai dari wajah pendidikan yang berwatak pasar yang menyebabkan hilangnya daya kritis tenaga didik terhadap persoalan bangsanya hingga pemosisian lembaga pendidikan sebagai sarana menaikan starata sosial dan ajang mencari ijazah belaka. Peranan pendidikan, yang sejatinya untuk pembangunan bangsa, telah didisorientasikan oleh kekuasaan guna kepentingan kapital semata. Di sini, pendidikan tak lebih dari alat akumulasi keuntungan. Disamping itu, kandungan pendidikan dan pengajaran sekarang ini tidak memuat nilai-nilai kebangsaan. Pendidikan sekarang hanya melahirkan Sikap individualisme, hedonisme dan hilangnya jiwa merdeka. Hasil pendidikan seperti ini tidak dapat diharapkan membangunan kehidupan bangsa dan negara bermartabat.

Kehidupan harus terus mengalami perkembangan zaman karena pergaulan antar satu bangsa dengan bangsa lainnya tidak dapat terhindarkan. Dampak globalisasi saat ini sangat berpengaruh terhadap kebudayaan yang datangnya dari luar yang semakin tidak dapat dihindari untuk terus masuk untuk berakulturasi dengan kebudayaan lokal. Oleh sebab itu, apa yang telah dianjurkan oleh Ki Hajar Dewantara, kita haruslah memilih dan memilah mana yang baik untuk menambah kemulian hidup dan mana kebudayaan luar yang akan merusak jiwa manusia Indonesia dengan terus mengingat bahwa semua kemajuan dalam kehidupan serta  ilmu pengetahuan harus dapat terorientasikan dalam pembangunan martabat bangsa. Maka dari itu, dengan pendidikan yang teratur dan bersandar pada perkembangan ilmu pengetahuan atau ilmu pendidikan, ilmu pengetahuan ini tidak boleh berdiri sendiri harus ada saling hubugan atau keterikatan dengan ilmu pengetahuan lain. Ilmu pengetahuan harus berfungsi sebagai pelengkap kesempurnaan mutu pendidikan dan pembangunan karakter kebangsaan yang kuat.

Dalam proses penyelenggaraan pengajaran dan pembelajaran terhadap masyarakat, Ki Hajar Dewantara menganjurkan agar kita tetap memperhatikan ilmu jiwa (psyhologie), ilmu jasmani, ilmu keadaban dan kesopanan (etika dan moral), ilmu estetika, dan menerapkan cara-cara pendidikan yang membangun karakter peserta didik. Dengan demikian, seorang pendidik yang baik haruslah tahu bagaimana caranya mengajar, memahami karakter peserta didik dan mengerti dari pada tujuan pengajaran supaya dapat mewujudkan hasil didikan yang mempunyai pengetahuan yang mumpuni secara intelektuil maupun budi pekerti serta semangat membangun bangsa.

Selain itu, falsafah pendidikan Ki Hajar Dewantara menempatkan kemerdekaan sebagai syarat mutlak dan juga tujuan dari membentuk nilai kepribadian dan kemerdekaan batin manusia Indonesia agar para peserta didik itu di harapkan kuat berdiri untuk membela perjuangan bangsanya sendiri. Karena kemerdekaan menjadi tolak ukur dari tujuan pelaksanaan pendidikan itu sendiri, maka dari itu sistem pengajaran dan pembelajaran haruslah memberikan manfaat untuk pembangunan jiwa dan raga bangsa. Maka dari itu, di mata Ki Hajar Dewantara, bahan-bahan pengajaran harus disesuaikan dengan kebutuhan hidup masyarakatnya.

Bagi Ki Hajar Dewantara, pendidikan tidak boleh dimaknai sebagai suatu keharusan atau paksaan, para pendidik haruslah mengunakan dasar tertib dan damai, tata tentram dan kelangsungan kehidupan batin, kecintaan terhadap tanah air sudah seharusnya menjadikan prioritas yang utama.  Karena ketetapan pikiran dan batin itulah yang akan menentukan kualitas seseorang. Mengedepankan tumbuhnya budi pekerti dan pikiran merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan dan tidak dapat terpisahkan, agar pendidikan diharapkan  bisa memajukan kesempurnaan hidup. Yaitu kehidupan yang sejalan dengan perkembangan, tuntutan dan kebutuhan dunia, tanpa harus meninggalkan jiwa atau jati diri bangsanya.

Di sinilah letak keterkaitan pemikiran Ki Hajar Dewantara di dalam bidang pendidikan: yairu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa hanya mungkin diwujudkan dengan pendidikan yang memerdekakan dan membentuk karakter kemanusian yang cerdas dan beradab. Oleh karena itu, konsepsi pendidikan Ki Hajar Dewantara dapat menjadi salah satu solusi membangun kembali pendidikan dan kebudayaan nasional yang telah diporak-porandakan oleh kepentingan kekuasan dan neoliberalisme.

Sebagai suatu telaah kritis, berbagai pemikiran Ki Hadjara Dewantara dalam hal pendidikan dan kebudayaan memiliki keterkaitan sebagai suatu solusi dalam menghadapi era globalisasi yang penuh dengan kompleksitas, ketidakpastian, dan ambigu terhadap masa depan yang akan datang. Konsep pemikiran dan filosofi KI Hadjar Dewantara mampu apabila diimplementasikan dan mampu membentuk pribadi yang kokoh dalam menghadapi berbagai tantangan zaman. Konsep pemikiran dan filososfi KI Hadjar Dewantara sebagai suatu kekayaan khasanah ilmu pengetahuan yang adiluhung, perlu untuk dilestarikan oleh kita semua selaku generasi penerus. Berbagai teori dan pemikiran KI Hadjar Dewantara perlu untuk digali dan diterapkan dalam dunia pendidikan.

Ajaran dan ujaran Ki Hadjar Dewantara tidak boleh hanya menjadi monumen yang eksis diziarahi sesekali pada momen Hari Pendidikan Nasional saja. Hari Pendidikan Nasional menjadi momen yang tepat untuk kembali mempelajari gagasan dan praktik pendidikan ala Ki Hadjar, dan mempertautkannya dengan kondisi kekinian. Sudah semestinya pemikiran dan sikap merdeka sang Bapak Pendidikan Nasional menjadi teladan bagi pendidikan di Indonesia

SELAMAT HARI PENDIDIKAN NASIONAL

MAJALENGKA, 02 MEI 2020