Oleh: Dewi Ismu Purwaningsih

(Sekretaris 2 PW Pergunu Kalbar / Dosen UNU Kalbar)

Mengutip dari Bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara, “Jadikan setiap tempat sebagai sekolah dan jadikan setiap orang menjadi guru.” Filosofi yang telah ada hampir 100 tahun yang lalu ini mungkin ramalan bagi pendidikan di sekolah pada tahun 2020 ini.

Tidak terlalu berlebihan jika dikatakan sebagai ramalan. Jika selama ini pelaksanaan pendidikan di sekolah berlangsung di kelas. Maka, memasuki tahun 2020 dan di tengah pandemi covid-19, sistem pendidikan dipaksa untuk berubah.

Kurikulum pendidikan Indonesia telah berganti sebanyak 11 kali. Dimulai dari kurikulum peninggalan belanda pada tahun 1947 hingga pada tahun 2004, Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) mulai menandakan adanya arah perubahan kurikulum.

Berjalan selama dua tahun, pada tahun 2016 kurikulum Indonesia menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Pada kurikulum ini, guru diberikan kebebasan untuk merencanakan pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan kondisi siswa.

Adanya revolusi industri 4.0 yang berpengaruh di semua bidang, termasuk bidang pendidikan membuat Indonesia belajar untuk mengubah sistem pendidikan. Pembelajaran tidak hanya dilakukan di ruang kelas.

Pemanfaatan teknologi digital dalam proses pembelajaran membuat pembelajaran berlangsung tanpa batas ruang dan waktu.

Berbagai upaya dilakukan Indonesia untuk mengejar ketertinggalan di bidang pemanfaatan teknologi untuk pendidikan melalui pelatihan dan persiapan sistem pendukung. Belum sempurna sistem pendukung, Pandemi covid-19 mulai melanda Indonesia, memaksa Indonesia untuk menetapkan kebijakan #stayathome.  Semua kegiatan dilakukan di rumah.

Sistem belajar pembelajaran berubah dari di kelas menjadi di rumah. Pembelajaran menggunakan sistem daring. Guru memberikan bahan ajar dan siswa mempelajarinya dari rumah.

Sistem pembelajaran tidak tatap muka mulai menuai kontra pada awal penerapan. Indonesia belum siap dengan sistem ini. Sarana dan prasarana yang belum merata di seluruh Indonesia, dimulai dari ketersediaan jaringan internet hingga perangkat untuk mengakses materi pembelajaran, seperti laptop dan telepon pintar (smartphone).

Selain itu, SDM yang belum siap juga menjadi kendala penerapan sistem baru bidang pendidikan ini. Masih banyak guru dan siswa yang belum memiliki cukup kemampuan dalam mengoperasikan perangkat dan aplikasi pendukung pembelajaran.

Terlepas dari semua itu, nampaknya Covid-19 telah membawa mimpi menjadi terlaksana. Di samping pembelajaran yang dapat terjadi di mana saja, siapapun dapat menjadi guru. Kali ini, guru siswa adalah orang tua. Belajar dari rumah membuat peran orang tua dalam memajukan pendidikan sangat besar.

Orang tua membantu siswa memahami instruksi pembelajaran hingga menyelesaikan tugas. Bahan pembelajaran tambahan dapat diperoleh siswa dari internet, televisi, serta media lainnya, bahkan dari lingkungan sekitar siswa.

Dengan demikian, ‘pandemi’ ini sukses menyambung kembali hubungan antara faktor-faktor pendukung kesuksesan dalam bidang pendidikan. Guru tidak lagi menanggung beban seorang diri sebagai agen pengantar kesuksesan siswa dalam belajar. “Belajar bisa dilakukan dimana saja dan siapa saja bisa menjadi guru.”

“Selamat Hari Pendidikan Nasional”