Semarang, PP Pergunu

Pakar Maqashid Syariah Indonesia Dr KH Nasruloh Afandi menanggapi mencuatnya kasus korupsi yang diantaranya melibatkan suami artis Sandra Dewi. Berdasarkan laporan Kejaksaan Agung RI, kasus korupsi tersebut dinilai cukup fantastis yaitu senilai 271 triliun rupiah. Hal itu membuat Gus Nasrul mendorong pihak berwajib untuk menghukum mati bagi para pelaku koruptor.

“Bahwa perspektif Maqashid Syariah, para koruptor, perampok negara merupakan halal darahnya untuk dihukum mati oleh aparat berwajib dan barang siapa yang mati melawan koruptor adalah mati syahid,” tegas Gus Nasrul lulusan doktor Maqashid Syariah Universitas Al-Qurawiyin Maroko itu dalam keterangan tertulis pada Sabtu 13/04/2024.

Wakil Ketua Komisi Kerukunan Antar Ummat Beragama MUI Pusat itu mengungkapkan dampak sosial tindak pidana korupsi dalam tinjauan maqashid syariah, nyata-nyata mengakibatkan mafsadah al-muhaqqoqoh (kerusakan yang terang benderang) adalah bentuk dosa besar yang wajib dilawan. Menurutnya, barang siapa yang gugur melawan kesewenang-wenangan korupsi tersebut adalah mati syahid.

“Islam menyerukan setiap individu wajib mempertahankan unsur–unsur hifdul mall (menjaga harta miliknya) dari kesewenang-wenangan, yang mana hal itu merupakan salah satu pilar wajib dipertahankan hingga nyawa taruhannya. Tetapi perlu diingat, dalam konteks koruptor ini, yang dimaksud darah koruptor halal disini, adalah halal para koruptor dijatuhi hukuman dibunuh oleh pengadilan, dan sama sekali tidak benar main hakim sendiri,” ungkap Gus Nasrul yang juga Pengasuh Pesantren Balekambang Kabupaten Jepara, Jawa Tengah itu.

Ketua Pimpinan Pusat Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (PP Pergunu) itu menjelaskan bahwa korupsi yang dilakukan oleh sejumlah oknum sudah jelas dan nyata dapat merugikan bangsa Indonesia. Bahkan dampak sosialnya membebani semua elemen dengan tingkat penderitaan kronis. Menurutnya, hal itu merupakan kerusakan besar di muka bumi.

“Korupsi di tingkat nasional bangsa Indonesia, dengan merugikan negara ratusan triliun rupiah, nyata-nyata dijadikan profesi menumpuk kekayaan oleh sejumlah kalangan (oknum), dan mengakibatkan kerugian dan penderitaan kronis bagi bangsa dan negara Indonesia. Dampak sosialnya membebani semua elemen bangsa Indonesia. Dalam tinjauan Maqashid Syariah, adalah mafsadah al-kubro (Kerusakan besar) di muka bumi,” papar Gus Nasrul.

Lebih lanjut, dalam ajaran Islam perspektif kaidah Maqashid Syariah, tindakan pidana korupsi jelas-jelas meluluh lantakkan prinsip hifdul mal (wajib menjaga harta) bagi setiap individu untuk mempertahankan hartanya, barang siapa yang mati dalam mempertahankan hartanya, adalah mati syahid.

“Apalagi jika mebela aset negara dari para koruptor rampok negara, kemudian mati, maka mati syahid, karena mempertahankan maslahah al-ammah (kepentingan luas) bangsa dan negara,” jelas Gus Nasrul.

Gus Nasrul menceritakan berawal dari skandal korupsi berskala nasional semua element bangsa ini terkena akibatnya di berbagai unsur kehidupan. Dampak konteks ekonomi, biaya pendidikan, hingga sosial politik semua unsur warga negara ini ikut menanggung dampak susahnya.

“Korupsi di tingkat kabupaten, maka merugikan bukan hanya orang satu kabupaten. Korupsi di provinsi, maka tidak hanya merugikan orang satu provinsi. Apalagi korupsi di tingkah Nasional. Maka, merugihkan dan merepotkan orang satu negara (merugikan seluruh masyarakat Indonesia),” tutup Gus Nasrul.