Jakarta, PP PERGUNU

Oleh : Dr. Aris Adi Leksono., M.M.Pd*

Hingga Maret 2024, KPAI telah menerima 327 pengaduan, di dalamnya terdapat 383 kasus kekerasan kepada anak. Dari data tersebut, pelanggaran terhadap perlindungan anak tertinggi terjadi pada lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif, tercatat hingga 201 kasus. Selanjutnya kasus kekerasan seksual mencapai 52 kasus, serta kekerasan fisik/psikis mencapai 42 kasus. Situasi ini sama dengan kondisi tiga tahun terakhir, pelanggaran terhadap perlindungan anak pada lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif masih menempati peringkat tertinggi.

Jika mencermati data dan tren kasus tersebut, lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif menunjukkan situasi darurat kekerasan pada anak. Ironi, keluarga yang seharusnya bertanggung jawab memberikan perlindungan maksimal kepada anak, justru menjadi ancaman terhadap tumbuh kembang anak. Situasi demikian, semakin dikuatkan dengan fakta bahwa pelaku kekerasan peringkat tertinggi adalah Ayah, lalu Ibu dan pihak sekolah.

Kekerasan yang terjadi pada lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif berdampak pada situasi kerentanan bagi anak pada lingkungan lainnya. Hasil pengawasan KPAI menunjukkan bahwa anak yang diasuh dengan kekerasan, maka berpotensi mengalami gangguan mental, introvert, mudah tersinggung, tidak percaya diri, dan lainnya. Selain itu, penelitian menunjukkan anak korban kekerasan, sangat berpeluang menjadi pelaku kekerasan pada kesempatan lainnya. Artinya situasi keluarga dan pengasuhan alternatif yang ramah anak berpengaruh signifikan terhadap penurunan angka kekerasan terhadap anak pada lingkungan lainnya.

Sebagaimana amanah Konvensi Hak Anak, Pasal 19 “Tiap anak berhak mendapat pengasuhan yang layak, dilindungi dari kekerasan, penganiayaan, dan pengabaian. Selain itu dalam KHA, Pasal 31, dijelaskan bahwa “Tiap anak berhak beristirahat dan bermain, dan mengikuti berbagai kegiatan budaya dan kesenian”. Dalam Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dalam Pasal 14 disebutkan “Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jikaada alasan dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir. Selanjutnya pada Pasal 11 disebutkan “Setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang,bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri. Subtansi KHA dan Undang-undang Perlindungan Anak menunjukkan peran penting keluarga dalam memberikan pengasuhan positif secara maksimal, serta memberikan bimbingan kepada anak dalam pemanfaatan waktu luang dan mengenal budayanya.

Mencermati situasi darurat kekerasan anak pada lingkungan pengasuhan, serta substansi Konvensi Hak Anak dan Undang-undang Perlindungan Anak, momen Libur Ramadhan dan Idul Fitri 1445 H, dapat dimanfaatkan oleh orang tua untuk memaksimalkan peran pengasuhan terbaik buat Anaknya. Tersedianya waktu luang yang cukup saat libur Idul Fitri dapat diisi dengan memberikan curahan perhatian kepada anak, mengajak anak diskusi, ngobrol, merancang masa depan, mengenali karakter anak lebih dekat, memberikan keteladanan dalam praktik ibadah dan kepedulian sosial. Selain itu, penting mengenalkan anak terkait budaya dan kearifan lokal saat mudik, mengenal sanak famili, tenganga, teman keluarga, serta kegiatan bimbingan praktik baik lainnya.

Menyadari peran penting keluarga dan pengasuhan alternatif dalam mendukung tumbuh kembang anak, momen Ramadhan dan Idul Fitri sangat tepat untuk dijadikan muhasabah untuk menguatkan kembali kesadaran bahwa anak adalah amanah Penciptanya yang harus dijaga lahir batin, maka memenuhi Hak Anak dan melindungi anak dari segala bentuk kekerasan dalam lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif wajib hukumnya. Kesadaran mendasar tersebut, diharapkan mampu mengembalikan fungsi keluarga sebagai rumah aman, nyaman, dan perlindungan bagi anak, sehingga anak tidak perlu lari mencari tempat aman, nyaman dan perlindungan dari media sosial dan lingkungan yang tidak pasti memberikan solusi positif dalam menghadapi tantangan perkembangan dan pertumbuhan hidup.

* Penulis merupakan Komisioner KPAI Klaster Pendidikan, Pemanfaatan Waktu Luang, Budaya dan Agama sekaligus Sekretaris Umum PP PERGUNU