Pendidikan di masa pandemi karena covid-19 seakan “menghentikan denyut nadi pendidikan”. Tatap muka beralih menjadi tatap maya, faktual berganti menjadi virtual, sistem pembelajaran yang dulunya mungkin hanya dilakukan oleh kalangan tertentu sekarang menjadi sesuatu yang biasa. Video conference yang dilakukan untuk kalangan terbatas sekarang sudah menjadi aktifitas keseharian guru dan siswa (google meet, zoom meeting, vidconf dan sebagainya). Terhentikah Proses Belajar Mengajar (PBM)? Ternyata tidak dan memang sejatinya tidak boleh berhenti. Banyak cara kalau mau dan banyak alasan kalau menolak.

Dunia pendidikan adalah dunia pengetahuan dan penelitian. Pengetahuan didapatkan dari berbagai sumber ilmu. Pengetahuan saat ini benar-benar sangat mudah diakses sehingga seakan-akan saat ini kita tidak ada lagi yang bodoh dan sepertinya keterlaluan kalau ada yang bodoh. Berbagai media menjadi sumber pengetahuan. Tapi itu hanya sebatas pengetahuan via digital yang tentu pasti beda dengan pengetahuan karena mendapatkan informasi dari salah satu sumber ilmu yakni guru.

Bicara tentang sumber ilmu, maka membaca adalah pintunya. Lagi-lagi kita diingatkan dengan peristiwa turunnya wahyu pertama yang menginspirasi kalangan Arab khususnya kala itu dan menginspirasi manusia sesudahnya hingga har ini. ‘Iqra’ sebagai ‘bacalah’ mengisyaratkan dua hal, baca dengan mata sebagai panca indramu dan baca dengan hatimu apa yang ada disekitarmu.

Prof. Abuddin Nata (2017) menjelaskan kosakata Iqra’ yang berarti baca, bukan hanya mengandung arti membaca huruf-huruf atau angka-angka dalam bentuk kata-kata atau kalimat sebagaimana yang dipahami, melainkan mengandung arti research (penelitian), baik penelitian eksploratif dengan mengandalkan kemampuan bahasa, pembersihan diri dengan mengandalkan intuisi yang bersih yang siap menerima ilmu dari Tuhan, penggunaan eksperimen dengan mengandalkan pancaindera, observasi dan demontrasi argumentatif  atau logika deduktif dan induktif. Hal ini sejalan dengan makna generic al-iqra, yakni mengumpulkan atau menghimpun. Hal ini sama artinya dengan research yang berarti menemukan.

Membaca sesungguhnya adalah aktifitas keseharian guru dan siswa. Karenanya semangat ini akan selalu tumbuh dan berkembang pada jiwa guru dan siswa. Hanya pertanyaan berikutnya, sejauh mana frekuensi membaca buku tentang keilmuan dan membaca informasi yang selain itu kaitannya dengan PBM. Di tengah pandemi saat ini, dapat dilihat dan mungkin kita mengalami untuk anak-anak kita dirumah, kedekatan mereka dengan PBM sangat terbatas –untuk tidak mengatakan jauh sekali menurunnya-. Menjaga semangat agar ‘dekat dengan PBM’ selayaknya di sekolah adalah kekhawatiran positif. Apa kiat-kiat yang bisa kita lakukan selaku guru untuk menjaga spirit ini agar tetap terjaga bahkan bisa menemukan pengetahuan baru dalam rangka menjaga spirit literasi ini?

Pertama, karena tujuannya adalah menjaga spirit literasi maka guru hendaknya tidak menekankan pada literatur yang wajib dibaca dan kaku sifatnya, (harus buku ini, harus sumber ini). Guru hanya perlu menjadi mediator dengan memberikan tema umum (silakan cari dan kaji buku tentang ‘penciptaan alam semesta’, buku dengan tema ‘sejarah kemerdekaan Indonesia’).

Kedua, tugas literasi (meskipun banyak yang sudah melakukan) bisa dengan cara mengambil tema yang menjadi materi PBM (tentu mengacu ke kurikulum) yang kemudian resume buku ini nantinya akan dicetak sebagai karya siswa kelas sekian dan jurusan ini. Siswa akan terpacu jika namanya dimuat dalam buku resmi dengan penerbit dan di-ISBN-kan.

Ketiga, untuk mata pelajaran Pendidikan Agama Islam bisa dilakukan dengan menkontekskan ayat-ayat al-Quran dengan deskripsi keseharian. Misalnya gambar ini berkaitan dengan surat apa dan ayat berapa. Jadi menghubungkan gambar dengan teks ayat al-Quran.

Keempat, dengan terbiasanya zoom meeting atau video conference maka media ini bisa dimanfaatkan untuk mengadakan pelatihan menulis singkat, atau bertahap dengan menghadirkan pembicara yang memiliki keahlian dibidangnya atau dengan curhat peserta tentang tulis-menulis. Jadi semua peserta adalah pembicara dengan waktu yang dibatasi.

Tulisan di atas kiat-kiat yang bisa menjadi acuan yang dapat dikembangkan lagi lebih jauh. Intinya adalah jangan sampai spirit literasi melemah di tengah pandemi. Semoga Menginspirasi.

****************

Oleh Sholihin H.Z.

(Penulis & Guru MAN 2 Pontianak)