Jepara, PP Pergunu

Oleh : KH. Dr. Nasrulloh Afandi., Lc., MA*

Setiap Bulan Desember – Januari adalah bulan Haul memperingati wafatnya KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) Sang guru bangsa. Selama ini banyak orang berbeda-beda dalam menafsirkan untaian “ciri Khas” kalimat Gus Dur ‘Gitu saja kok Repot’, sesuai dengan perspektif masing-masing. Saya menganalisa, sebenarnya dengan kalimat yang sekilas terkesan sederhana itu, fungsinya sedikitnya ada tiga hal manuver politis yang disampaikan oleh Gus Dur dengan kalimat ‘Gitu Saja Kok Repot’;

Pertama:  Gus Dur membentuk opini psikologis khalayak bahwa Kondisi Gus Dur Sang Panutan itu dalam keadan baik- baik saja, tidak terbebani dengan faktor apapun. Meskipun Gus Dur tokoh panutan NU, Ketua PBNU tiga periode, cucu pendiri NU, banyak yang menghujat, mencaci maki hingga Gus Dur dituduh Kafir, murtad, liberal, antek yahudi, gundik China dan sejumlah hujatan-hujatan sadis tidak berprikemanusian yang ditunjukkan kepada Gus Dur. Namun Gus Dur cukup menaggapinya dengan santai disertai ucapan ringan dan riang ‘Gitu Saja Kok Repot’. Hasilnya, warga NU pun tidak banyak bereaksi atas hinaan-hinaan kepada Gus Dur tersebut.

Kedua:  Ungkapan Gus Dur tersebut, justeru bertambah ‘ngetop’ ketika Gus Dur berada di puncak ‘popularitas’ beliau menjabat presiden RI ke- 4. Di tengah dahsyatnya badai gempuran dari rival-rival politik. Gus Dur kerap melontarkan kalimat ‘Gitu Saja Kok Repot’. Dengan kalimat itu, sebenarnya Gus Dur membentuk opini, Jutaan masyarakat pendukung fanatiknya untuk tidak perlu panik, marah, atau bereaksi anarkis ketika Gus Dur ada yang menghujat. Meskipun saat itu Gus Dur habis-habisan digempur oleh rival-rival politiknya untuk dijatuhkan dari kursi Presiden.

Ketiga:  Dengan ungkapan tersebut, Gus Dur juga memberi contoh pola pikir dan ‘gaya’ kepada para pemimin atau tokoh- tokoh terkemuka untuk berjiwa besar, jangan mementingkan pribadi dan keluarga, untuk tidak reaksioner dalam menerapkan kebijakan di tengah-tengah masyarakat. Realitasnya, ketika Gus Dur pun didzolimi, dipaksa turun dari kursi Presiden tanpa sebab kesalahan yang jelas, Ia berseloroh “tidak ada jabatan di dunia ini yang perlu dipertahankan mati-matian”.

Massa pendukung Gus Dur pun tenang, negara aman, bahkan di tengah situasi yang memanas itu, banyak yang sempat tertawa riang, disusul oleh Gus Dur dengan joke ‘Gitu aja kok repot’, tersebut. Hasilnya tidak terjadi anarkhis, meskipun pendukung fanatik Gus Dur dari berbagai etnis, suku dan beragam strata sempat bergejolak.

Berbeda jauh dengan fenomena dasawarsa ini ada banyak tokoh ormas, tokoh parpol tertentu, atau pejabat publik hanya karena berawal dari pribadinya ada yang menghujat, atau problem karir sosial, atau politis pribadinya mengalami kendala atau ganjalan.

Bukannya meredam situasi, tetapi bahkan justeru dengan sengaja cari alat pembelaan diri, tidak peduli melontarkan statement-statement kerap merisaukan publik, atau sengaja mengorbankan jamaah, simpatisan atau rakyatnya sebagai tumbal memperjuangkan kepentingan (pribadi). Bahkan kejamnya tidak peduli menumbalkan keutuhan bangsa dan negaranya sekalipun.

Jadi, jelaslah manuver Gus Dur-nya kita ini, berupa ‘Gitu Aja kok repot’, kalimat tersebut punya peran dalam menyelamatkan stabilitas keamanan sosial, beragama, hingga politik bangsa dan negara.

Oh, Gus Dur-nya Kita, aku rindu padamu.

Ditulis 18 Desember 2016 di Pesantren Asy-Syafi’iyyah Kedungwungu, Krangkeng, Kabupaten Indramayu Provinsi Jawa Barat.

* Penulis merupakan Ketua PP Pergunu, wakil Ketua Komisi Kerukuanan Antar Ummat Bearagama MUI pusat sekaligus Pengasuh Pesantren Balekambang Kabupaten Jepara Jawa Tengah.