Jakarta; PP Pergunu

Oleh; Aris Adi Leksono*

Bulan Ramadhan dengan perintah ibadah puasa memiliki fungsi penting bagi umat manusia, khususnya umat Islam, salah satunya mendorong setiap pribadi muslim melakukan refleksi/muhasabah atas amanah penghambaan kepada Allah SWT “abdullah”, serta amanah pemimpin di muka bumi “khalifatullah fil ardh”. Sudah sejauh mana amanah mulia itu ditunaikan?, setidaknya amanah untuk menjaga diri dan keluarga agar tidak masuk pada kehancuran.

Sebagaimana Allah SWT menyerukan dalam Al-Qur’an Surah At Tahrim ayat 6 yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”

Salah satu bentuk menjaga diri dan keluarga adalah menjaga anak, agar mereka hidup dan tumbuh kembang secara sampurna menemukan konsep diri dan jati diri menuju kebermaknaan hidup, baik hidup di dunia maupun di akhirat. Hakikat menjaga anak, sesungguhnya kita sedang menjalankan amanah menjaga generasi penerus diri kita, keluarga, masyarakat, agama, nusa, bangsa, serta negara. Sebagaimana pesan utama di dalam maqasidus syar’iyah, yakni hifdz al nafs wa hifdzul nasl (menjaga jiwa dan keturunan/anak).

Anak adalah kenikmatan dan anugerah dari Allah SWT yang tak terhingga nilainya. Anak juga merupakan titipan atau amanah yang harus dijaga dengan baik, tidak disia-siakan, tidak ditelantarkan, tidak dibiarkan pada situasi rentan. Menjaga anak merupakan bukti syukur atas nikmat dan anugrah, serta bukti penghambaan kepada Sang Pemberi Amanah, Sang Pencipta, dan Sang Penguasa Jagat Raya. Penghambaan yang tulus ikhlas akan berbuah balasan keselamatan dan kebahagiaan dunia dan akhirat.

Karena anak akan menjadi peninggalan penting saat orang tua meninggal dunia. Dari Abu Hurairah RA berkata: Rasulullah bersabda: “Apabila manusia itu meninggal dunia maka terputuslah segala amalnya kecuali tiga: yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak sholeh yang mendoakan kepadanya.” (HR Muslim).

Dalam sebuah Hadis, Rasulullah Muhammad SAW telah memberikan peringatan yang sangat keras terhadap orangtua yang lari dari tanggung jawab melindungi dan menjaga anak. “Sesungguhnya Allah memiliki para hamba yang tidak akan diajak berbicara pada hari kiamat, tidak disucikan dan tidak dilihat.” Lalu beliau ditanya: “Siapa mereka itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Anak yang berlepas diri dari orangtuanya dan membencinya serta orangtua yang berlepas diri dari anaknya.” (HR. Ahmad dan Thabrani).

Imam Ibn Qayyim al-Jauziyah pernah mengatakan, “Barang siapa yang dengan sengaja tidak mengajarkan sesuatu yang bermanfaat bagi anaknya dan menelantarkannya begitu saja, berarti dia telah melakukan suatu kejahatan yang sangat besar. Kerusakan pada diri anak kebanyakan datang dari sisi orang tua yang meninggalkan mereka dan tidak mengajarkan kewajiban-kewajiban dalam agama termasuk sunnah-sunnahnya.”

Salah satu bentuk melindungi anak adalah dengan berusaha semaksimal mungkin memenuhi hak dasar anak, serta memberikan perlindungan pada anak dari segala bentuk kekerasan dan kejahatan. Diantara hak dasar anak yang harus dipenuhi adalah pengasuhan dari orang tua kandung dengan penuh kasih sayang, penuh teladan kebaikan. Selain itu juga anak berhak pendapatkan pengasuhan alternatif dari guru dan tenaga kependidikan saat berada di sataun pendidikan. Pengasuhan yang sempurna dari orang tua sangat menentukan pembentukan sikap, karakter dan akhlak anak. Pengasuhan dari guru dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan menjadi penguat anak untuk menjalani kehidupan dengan baik dan benar sesuai norma agama, norma sosial atau norma kemanusiaan lainnya.

Menyadari hakikat Anak adalah amanah dari Allah SWT, dibuktikan dengan merawat dengan tanggung jawab dalam bentuk membekali anak dengan pendidikan dan keterampilan hidup, sehingga ia mampu hidup dan tumbuh kembang di kemudian hari dengan kebahagian, peduli, dan memberikan manfaat kepada sesama. Selain itu ikhtiar lahiriyah dalam melindungi anak sebagai amanah Allah SWT, perlu juga ikhtiar batiniyah dengan mendokan anak-anak kita, agar tumbuh kembang memjadi pribadi yanh soleh/solehah, selamat dan bahagia dunai dan akhirat. Sebagaimana doa Nabi Ibrahim untuk putranya, Ismail;

“Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang yang sholeh.” “…Ya Tuhan, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku agar tidak menyembah berhala. Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang yang tetap melaksanakan salat, ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku.”

Semoga puasa ramadhan kita berbuah rasa sadar akan tanggung jawab menjaga dan melindungi anak Indonesia.

*Penulis adalah: Komisioner Komisi Perlindungan Indonesia Anak Indonesia, membidangi Pendidikan, Waktu Luang, Budaya dan Agama.