Jakarta, PP Pergunu

Pimpinan Pusat Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (PP PERGUNU) menggelar audiensi dengan Komisi XIII DPR RI untuk menyampaikan hasil-hasil rekomendasi sebagai tindak lanjut Pergunu setelah melaksanakan Kongres ke-3 pada tanggal 26-29 Mei 2020. Pertemuan itu berlangsung di gedung Nusantara II jln. Gelora, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu 22/06/2022.

Ketua Umum PP Pergunu Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim memimpin langsung rombongan Pergunu dalam pertemuan tersebut untuk menyampaikan hasil-hasil rekomendasi di hadapan Komisi XIII DPR RI. Adapun rekomenasi tersebut sebagai berikut;

Pertama, Beredarnya draft tentang rancangan undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) yang didalamnya tidak mencantumkan frasa madrasah patut memdapatkan perhatian serius. Hal itu dikarenakan dapat berakibat perlakuan diskriminatif terhadap madrasah oleh Pemerintah Pusat mapun Daerah. Padahal salah satu peletak dasar model pendidikan nasional adalah madrasah. Madrasah telah memiliki kontribusi besar terhadap pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. Madrasah adalah benteng moral dan menjaga generasi bangsa yang berakhlakul karimah. Selain itu, sebagaimana amanat UUD 1945 bahwa pemerintah wajib memberikan dukungan penyelenggaraan Pendidikan, termasuk madrasah di dalamnya. Maka untuk menjaga eksistensi madrasah, serta menuntut tanggung jawab pemerintah, baik pusat atau daerah untuk lebih memperhatikan madrasah, kongres Pergunu merekomendasikan: 1. Pemerintah wajib mencantum kata atau diksi “Madrasah” pada naskah utama draft RUU Sisdiknas, bukan pada bagian penjelasan RUU. 2. Pemeritah Pusat dan Daerah tidak diskriminatif terhadap dukungan anggaran madrasah atas sekolah.

Kedua, Fakta LGBT yang terus berkembang menjadi sebuah gerakan terus berusaha mewarnai seluruh aspek kehidupan, termasuk disinyalir menyusup pada dunia pendidikan. Gerakan LGBT semakin masif terorganisir, jika dibiarkan akan berakibat pada dekradasi moral dan akhlak gerasi bangsa. Gerakan mereka semakin terang-terangan dipertontonkan di ruang publik, bahkan berusaha mendapatkan ligitimasi melalui regulasi. Ini persoalan serius yang harus diatasi oleh pemerintah dan pihak bekepentingan lainnya. Pergunu merekomendasikan: 1. Pergunu menyatakan prilaku LGBT adalah haram hukumnya. 2. Negara yang melindungi LGBT akan dilaknat oleh Allah SWT. 3. Pergunu menolak dengan keras dan tegas usulan legalitas LGBT di Indonesia, apapun itu bentuknya. Pemerintah harus melindungi sistem pendidikan nasional dari infiltrasi Gerakan LGBT. 5. Pemerintah harus menindak tegas garakan LGBT karena akan berakibat fatal untuk masa depan generasi bangsa.

Ketiga, Jabatan Struktural rektor atau pimpinan perguruan tinggi pada Perguruan Tinggi Negeri, bagi yang jabatan fungsionalnya Guru Besar, hendaknya tidak dibatasi sampai usia 60 tahun karena jabatan fungsional Guru Besar menurut UU guru dan dosen sampai dengan usia 70 tahun. Untuk itu, hendaknya persyaratan menjadi Rektor atau pimpinan pada Perguruan Tinggi Negeri bagi yang memiliki jabatan fungsional Guru Besar maksimal pada usia 65 tahun.

Keempat, Upaya-upaya penanggulangan korupsi yang dilakukan oleh pemerintah sampai saat ini belum efektif, karena aparatur yang bertugas untuk itu baik komisi pemberantasan korupsi, kepolisian, kejaksaan maupun kehakiman belum menunjukkan kesungguhan. Kondisi tersebut hanya dapat diatasi oleh lembaga yang berada di atas keduanya, yaitu Presiden. Presiden harus bertindak tegas terhadap aparat pemerintahan yang terlibat korupsi. Pergunu merekomendasi sebagai berikut: 1. Presiden harus segera menggunakan kewenangannya secara penuh dan tanpa tebang pilih dalam pemberantasan korupsi, khususnya yang menyangkut aparat pemerintahan yang terlibat korupsi. 2. Masyarakat agar berpartisipasi aktif dalam upaya meruntuhkan budaya korupsi dengan memperkuat sanksi sosial terhadap para koruptor, sehingga dapat menimbulkan efek jera dan dapat membuat orang lain takut untuk melakukan tindakan korupsi. 3. Pemerintah agar menekankan pada pendidikan anti korupsi sejak usia dini

Kelima, Salah satu kelebihan yang dikenal dari sistem pesantren adalah kemandirian peserta didik dalam menghadapi kehidupannya. Di samping itu, sistem pendidikan pesantren juga terkenal dengan pendidikan karakter lewat keteladanan yang diberikan oleh kiai dan para guru kepada para santri-santrinya. Di pesantren para santri juga dibiasakan hidup sederhana, mencukupkan diri, dengan sedikit bekal untuk belajar, jauh dari berkelebihan. Pergunu merekomendasi sebagai berikut: 1. Pemerintah untuk memperkuat pendidikan karakter yang masih lemah yang belum menjadi wahana membangkitkan kesadaran dan internalisasi nilai-nilai, serta belum berorientasi ke masa depan (terwujudnya peserta didik yang bermutu dan memiliki kepribadian yang unggul), sehingga pendidikan karakter tidak bisa dijalankan dengan maksimal. 2. Lembaga-lembaga pendidikan diharapkan tidak hanya mentransfer ilmu pengetahuan, melainkan juga menanamkan kepada peserta didik karakter yang mulia, baik terkait hubungan dengan Allah (hablu minallah), dengan manusia (hablu minannas), dan dengan alam (hablu minal `alam). 3. Nilai-nilai kehidupan pesantren (mandiri, ikhlas, tawadhu`, dan hidup sederhana) itu sangat sesuai dengan semangat pasal 31 ayat (3) UUD 1945 tentang pendidikan, yaitu iman, taqwa, dan akhlak mulia. Oleh karena itu, nilai-nilai tersebut dijadikan sebagai bagian pendidikan karakter dari sistem pendidikan nasional. 4. PBNU harus mendorong berkembangnya peraturan-peraturan daerah yang mempertimbangkan tradisi lokal keagamaan yang selaras dengan akidah ahlusunnah wal jamaah agar menjadi spirit Pendidikan.

Keenam, Guru, dosen dan widyaswara sebagai tenaga pendidik mempunyai peran strategis dan tanggungjawab yang besar dalam membangun dan mencerdaskan generasi bangsa. Atas peran dan tanggungjawab tersebut, maju mundurnya sebuah bangsa atau negara sangat bergantung kepada optimal tidaknya peran mereka dalam mendidik anak bangsa. Atas dasar itu dalam menunaikan tugas mulianya tenaga pendidik harus merasa aman dan terlindungi hak-haknya dan keselamatan jiwanya. Pergunu merekomendasi sebagai berikut: 1. Atas dasar argumentasi diatas, Pergunu merekomendasikan kepada pemerintah untuk membentuk Komisi Perlindungan Guru Indonesia. yang bertugas dan berkewajiban memberikan perlindungan kepada tenaga pendidik dan kependidikan dalam menunaikan kewajiban mulianya mendidik generasi bangsa. Komisi Perlindungan Guru Indonesia (KPGI) sebagai Lembaga Mandiri/Independen sejalan dengan amanat UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL Pasal 40 Pendidik dan tenaga kependidikan berhak memperoleh: (d). perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas dan hak atas hasil kekayaan intelektual. Dan sejalan dengan Amanat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Pasal 39 Ayat 1 yang berbunyi “Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam pelaksanaan tugas”. Selain itu Komisi Perlindungan Guru Indonesia (KPGI) bertugas memberikan kepastian perlindungan hukum dan pengawasan peraturan terkait guru sehingga berjalan dengan baik, efektif dan efisien. Dengan Dibentuknya Komisi Perlindungan Guru Indonesia (KPGI) diharapkan keberadaan komisi perlindungan guru nanti mendorong harmonisasi di antara profesi guru yang lain sehingga informasi yang diberikan seimbangPemerintah berkewajiban untuk melindungi dan mensejahterahkan para tenaga pendidik dan kependidikan dalam menyelenggarakan tugas profesi secara profesional. 3. Penambahan kuota PPPK untuk guru madrasah dan PAI di satuan kerja negeri maupun swasta berdasarkan skala prioritas. Prioritas berdasarkan guru sertifikasi impasing, guru sertifikasi non impasing, dan guru non sertifikasi dengan masa kerja lama.

Oleh : Erik Alga Lesmana