Berita Terbaru

  • KH. Dr. Nasrulloh Afandi., Lc,MA

    Semarang, PP Pergunu Pakar Maqashid Syariah Indonesia Dr KH Nasruloh Afandi menanggapi mencuatnya kasus korupsi yang diantaranya melibatkan suami artis Sandra Dewi. Berdasarkan laporan Kejaksaan Agung RI, kasus korupsi tersebut dinilai cukup fantastis yaitu senilai 271 triliun rupiah. Hal itu membuat Gus Nasrul mendorong pihak berwajib untuk menghukum mati bagi para pelaku koruptor. “Bahwa perspektif Maqashid Syariah, para koruptor, perampok negara merupakan halal darahnya untuk dihukum mati oleh aparat berwajib dan barang siapa yang mati melawan koruptor adalah mati syahid,” tegas Gus Nasrul lulusan doktor Maqashid Syariah Universitas Al-Qurawiyin Maroko itu dalam keterangan tertulis pada Sabtu 13/04/2024. Wakil Ketua Komisi Kerukunan Antar Ummat Beragama MUI Pusat itu mengungkapkan dampak sosial tindak pidana korupsi dalam tinjauan maqashid syariah, nyata-nyata mengakibatkan mafsadah al-muhaqqoqoh (kerusakan yang terang benderang) adalah bentuk dosa besar yang wajib dilawan. Menurutnya, barang siapa yang gugur melawan kesewenang-wenangan korupsi tersebut adalah mati syahid. “Islam menyerukan setiap individu wajib mempertahankan unsur–unsur hifdul mall (menjaga harta miliknya) dari kesewenang-wenangan, yang mana hal itu merupakan salah satu pilar wajib dipertahankan hingga nyawa taruhannya. Tetapi perlu diingat, dalam konteks koruptor ini, yang dimaksud darah koruptor halal disini, adalah halal para koruptor dijatuhi hukuman dibunuh oleh pengadilan, dan sama sekali tidak benar main hakim sendiri,” ungkap Gus Nasrul yang juga Pengasuh Pesantren Balekambang Kabupaten Jepara, Jawa Tengah itu. Ketua Pimpinan Pusat Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (PP Pergunu) itu menjelaskan bahwa korupsi yang dilakukan oleh sejumlah oknum sudah jelas dan nyata dapat merugikan bangsa Indonesia. Bahkan dampak sosialnya membebani semua elemen dengan tingkat penderitaan kronis. Menurutnya, hal itu merupakan kerusakan besar di muka bumi. “Korupsi di tingkat nasional bangsa Indonesia, dengan merugikan negara ratusan triliun rupiah, nyata-nyata dijadikan profesi menumpuk kekayaan oleh sejumlah kalangan (oknum), dan mengakibatkan kerugian dan penderitaan kronis bagi bangsa dan negara Indonesia. Dampak sosialnya membebani semua elemen bangsa Indonesia. Dalam tinjauan Maqashid Syariah, adalah mafsadah al-kubro (Kerusakan besar) di muka bumi,” papar Gus Nasrul. Lebih lanjut, dalam ajaran Islam perspektif kaidah Maqashid Syariah, tindakan pidana korupsi jelas-jelas meluluh lantakkan prinsip hifdul mal (wajib menjaga harta) bagi setiap individu untuk mempertahankan hartanya, barang siapa yang mati dalam mempertahankan hartanya, adalah mati syahid. “Apalagi jika mebela aset negara dari para koruptor rampok negara, kemudian mati, maka mati syahid, karena mempertahankan maslahah al-ammah (kepentingan luas) bangsa dan negara,” jelas Gus Nasrul. Gus Nasrul menceritakan berawal dari skandal korupsi berskala nasional semua element bangsa ini terkena akibatnya di berbagai unsur kehidupan. Dampak konteks ekonomi, biaya pendidikan, hingga sosial politik semua unsur warga negara ini ikut menanggung dampak susahnya. “Korupsi di tingkat kabupaten, maka merugikan bukan hanya orang satu kabupaten. Korupsi di provinsi, maka tidak hanya merugikan orang satu provinsi. Apalagi korupsi di tingkah Nasional. Maka, merugihkan dan merepotkan orang satu negara (merugikan seluruh masyarakat Indonesia),” tutup Gus Nasrul.

  • Tegal, PP Pergunu Di era modern, para guru harus memaksimalkan dua macam Kurikulum:  Pertama, kurikulum untuk mencerdaskan akal atau otak. kedua : kurikulum untuk mencerdaskan ruh atau bathin yang dalam pesantren berpegang pada kitab ta’limul mu’tallim. Karena kecerdasan otak saja, akan sia-sia, jika tidak dibarengi dengan kecerdasan ruhaniyah. Tegas DR KH Nasrulloh Afandi, Lc, MA pengasuh pesantren Balekambang Jepara Jateng, dalam tausiyah di sela-sela acara pelantikan  pengurus cabang PERGUNU /Persatuan Guru NU, kabupaten Tegal periode 2023-2028 di Hotel Grand Dian Slawi (Jumat 24 /11/2023). Contohnya? Lanjut Gus Nasrul- sapaan akrab nya-. Banyak anak-anak sekolah di luar pondok pesantren, mereka pada berprestasi, ranking kelas, tapi begitu lulus , mereka ramai-ramai mengambil cat, menyemprot seragamnya dan seragam teman-temannya, hingga mencoret-coret gedung sekolahnya, balapan liar, bahkan pesta minuman keras, hingga sex bebas. Itu menandakan mereka kosong bathin atau ruhnya dari pendidikan. Untuk mencegah itu semua, karenanya harus selalu beriringan antara kurikulum otak dan kurukulum ruh. “ tegas Gus Nasrul yang juga jajaran ketua pusat PERGUNU itu. Dalam kesempatan tersebut, Gus Nasrul juga mengutip opini ulama besar dari Tunisia Syeikh Thohir Asyur, dalam kitabnya : An-nidhomul ‘Ijtimai Fil -Islam. Bahwa metode pendidikan, harus selalu melakukan perbaikan, sesuai dengan kebutuhan  jaman. Tegas Gus Nasrul, wakil katib PWNU Jateng tersebut. Ia mencontohkan, univeresitas al-Qurawiyin Maroko, sebagai universitas tertua di dunia, lebih tua dari universitas az-zaitunah, lebih tua dari Universitas oxpord, jauh lebih tua dari Universitas al-azhar Mesir, awalnya universitas al-Qurawiyin, merupakan pengajian tradisionalis, di teras masjid, selanjutnya mengalami expansi menjadi madrasah tradisional, hingga menjelma menjadi universitas, tutur Gus Nasrul wakil ketua komisi kerukuan antar Ummat beragama MUI pusat, yang juga doktor alumnus universitas al-Qurawiyin Maroko, itu. Gus Nasrul juga sempat mengutip nasihat Mbah Wahab Hasbulloh (Pendiri NU) Pada Kiyai Afandi (Ayahnya Gus Nasrul) saat dulu kiyai Afandi  selesai belajar di pesantren Tambakberas Jombang, pamit mau boyong, untuk muqim di rumah. Ketika itu, mbah Wahab berpesan: “Kalau nanti kamu di tengah masyarakat, mengajar ngaji, ngajarkan ilmumu, maka gunakan 60 atau 70 %,  waktumu untuk bekerja, sedangkan sisanya untuk mengajarkan ilmumu”,  ketika itu Mbah Wahab ditanya. Kok waktu bekerjanya lebih banyak? Sedangkan untuk mengajarnya adalah sedikit? Mbah wahabpun menegaskan, iya, supaya kamu Afandi punya duit untuk menafkahi keluargamu, sehingga kamu mengajarkan ilmumu ikhlas, mengajar bukan karena tujuan nyari duit”, demikian kisah Gus Nasrul tentang nasihat Mbah Wahab pada orang tuanya. Di penghujung, Gus Nasrul juga berpesan, secara khusus, para guru NU, harus tetap mengoptimalkan ajaran aqidah ahlussunah wal jamaah anh-nahdliyah, karena semakin gencarnya wahabisasi. Bahkan aqidah an-Nadliyah saja tidak cukup, tapi harus disertai al-Tebuirengiyah(nuansa pesantren Tebuireng, red), candanya. Seraya disambut tawa yang hadir. Sedangkan H Muhroyani, M.Pd.I (Ketua Pergunu Cabang Kabupaten Tegal) yang baru dilantik,  Ia menegaskan:  semoga PERGUNU menjadi sarana pengabdian para gunu, khususnya pada Jam’iyyah Nahdlatul Ulama, dan pada bangsa Indonesia umumnya. Ia juga berhartap, kedepan Pergunu cabang kabupaten Tegal, semakin maju. Berperan aktif menjadi wadah kreativitas para guru. Hadir dalam kesempatan itu, Drs. H. Junaedi, M.Pd (Sekretaris) dan wakil sekertaris PW PERGUNU Jateng.  Sejumlah tokoh NU setempat, para tamu undangan, para pejabat , dan hadir juga anggota DPR RI Hj. Nadhifah.

  • Jakarta, PP Pergunu Wakil Ketua Umum Pimpinan Pusat Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (PP Pergunu) Achmad Zuhri menyampaikan bawa untuk menjaga martabat guru diperlukan panduan moral normatif praktis bagi guru berupa Kode Etik Guru Indonesia. Ia berharap dapat menjadi panduan pendisiplinan diri dan standar moral dalam menjalankan tugas profesinya secara profesional. Hal itu disampaikan Zuhri saat memberikan materi Etika Profesi Guru Nahdlatul Ulama pada kegiatan Pendidikan Kader Guru Nahdlatul Ulama (PKGNU) angkatan pertama bekerjasama dengan Universitas Terbuka (UT) yang dilaksanakan di Aula Serbaguna UT Jl. Pondok Cabe Raya, Kec. Pamulang, Kota Tangerang Selatan, Banten pada Ahad (12/11/2023). “Kode Etik Guru Indonesia dimaksudkan untuk memperkuat profesionalitas guru sekaligus melindungi guru dalam menjalankan profesinya. Melalui kesadaran etik ini akan menuntun guru untuk tetap berada pada posisi jalan yang lurus, jauh dari penyelewengan kewenangan dan mendorong guru untuk lebih bijaksana dalam mengambil sikap profesionalnya,” kata Zuhri. Lebih lanjut, Zuhri menjelaskan Kode Etik Guru Indonesia ini bersumber dari Pancasila dan menyerap nilai-nilai universal yang berlaku di seluruh dunia sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Menurutnya, Pancasila merupakan pandangan hidup bagi bangsa Indonesia yang dijadikan sumber nilai utama dalam mengembangkan kapasitas guru untuk menjadi lebih toleran, humanis, nasionalis, demokratis dan adil. “Dengan memiliki kapasitas tersebut, guru dapat memiliki keterampilan yang baik dalam mengajar, berpengetahuan luas, bijaksana dalam membuat keputusan dan mampu menjalin hubungan sosial dengan baik terhadap sesama.” ungkap Zuhri. Dosen UIN Jogjakarta itu menjelaskan bahwa pada akhirnya dapat disadari guru adalah kurikulum berjalan. Sedangkan fokus utama pembelajaran diharuskan kepada peserta didik. Ia juga berharap melalui kegiatan PKGNU ini dapat menjelaskan kepada dinas pendidikan setempat bahwa Pergunu dapat berkiprah terhadap pendidikan Indonesia. “Harapannya guru-guru NU khususnya yang lulus pengkaderan ini kemudian juga bisa memberikan penjelasan kepada dinas pendidikan kota, kabupaten, provinsi bahwa organisasi guru Pergunu ini adalah salah satu organisasi yang berkiprah besar terhadap pembangunan pendidikan nasional,” ujar Zuhri. Kegiatan PKGNU angaktan pertama ini diikuti oleh 100 peserta dari tingkatan PP, PW dan PC se-Jabodetabek selama tiga hari Jumat – Ahad 10-12 November 2023. Kegiatan tersebut merupakan kaderisasi formal Pergunu yang nantinya akan berlanjut di setiap wilayah Indonesia. Penulis : Erik Alga Lesmana

  • Jakarta, PP Pergunu Pimpinan Pusat Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (PP Pergunu) melaksanakan Pendidikan Kader Guru Nahdlatul Ulama (PKGNU) untuk angkatan pertama. Kegiatan kaderisasi formal di tubuh Pergunu ini merupakan amanah Peraturan dasar dan Peraturan Rumah Tangga (PD dan PRT) serta Peraturan Organisasi (PO) Pergunu. Penanggungjawab Kaderisasi, Aris Adi Leksono dalam sambutannya menyampaikan bahwa kegiatan kaderisasi formal ini dilaksanakan sebagai ikhtiar cerdas Pergunu untuk melahirkan kader-kader yang militan, profesional dan berdedikasi terhadap Pergunu dan bertanggungjawab terhadap profesinya Menurutnya, dengan melaksanakan kaderisasi formal, setiap pengurus dan anggota Pergunu akan mampu mematuhi dan melaksanakan kebijakan serta visi misi organisasi dengan baik. “Tanpa dilakukannya kaderisasi sebuah organisasi tidak akan dapat bergerak melakukan tugas keorganisasiannya dengan baik” ujar Aris pada pembukaan PKGNU di Aula Serbaguna Universitas Terbuka (UT) Jl. Pondok Cabe Raya, Kec. Pamulang, Kota Tangerang Selatan, Banten pada Jumat (10/11/2023). Sekretaris Umum PP Pergunu itu berharap bahwa melalui kegiatan kaderisasi dapat memiliki loyalitas dan dedikasi terhadap pengembangan organisasi. Lebih lanjut ia mengatakan, lima tujuan penting dari pelaksanaan kaderisasi formal ini yaitu: 1) setiap kader Pergunu diharapkan dapat memiliki wawasan ke-NU-an dan Ke-Pergunu-an, 2) setiap kader Pergunu memahami keorganisasian (Pergunu) dan keorganisasian profesi pendidik lainnya. 3). Setiap kader Pergunu dapat memahami wawasan kebangsaan dan kebinekaan 4) setiap Kader Pergunu dapat memahami Nilai-nilai Modereasi Beragama dan terakhir 5) setiap kader Pergunu diharapkan memiliki jiwa dan mental teacherpreneurship “Loyalitas dan dedikasi tidak untuk dirinya sendiri maupun Pergunu. Tetapi untuk NU, bangsa dan negara. Untuk itu, semua pengurus Pergunu wajib mengikuti kaderisasi formal tersebut sehingga nantinya lahir kader terlatih dan berdedikasi tinggi,” ungkap Aris. “Kita sekarang sedang melakukan pengkaderan, kami mengingatkan dan mewanti wanti ibu dan bapak untuk dapat mengikutinya dengan sungguh-sungguh, wajib mengikuti semua materi sesuai kurikulum tanpa hadir telambat, ini penting karena terlambat saja satu materi, kami persilahkan ibu dan bapak untuk pulang kerumah duluan”, ujar Aris. Dewan Penasehat PP Pergunu KH As’ad Said Ali menyampaikan bahwa dalam menjalankan organisasi harus mengetahui lawan atau tantangan, kekuatan dan kelemahan. Ia juga menekankan untuk tidak merasa kuat sekalipun jumlahnya cukup banyak. Menurutnya, itulah sebuah prinsip yang harus diketahui. “Dalam menjalankan organisasi kita harus mengetahui lawan dan tantangan, baru setelah itu harus mengetahui solusi setiap menghadapi tantangan. Kita tidak boleh menganggap kita sudah kuat, tetapi kita harus mengetahui kekuatan dan kelemahan kita sebagai ormas. Itulah prinsip yang harus ada pada diri kita,” ungkap Wakil Ketua BIN era Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur itu. Hadir dalam pembukaan PKGNU, Ketua PP Pergunu Bidang Kaderisasi Heri Kuswara, Ketua PP Pergunu Bidang Peningkatan Kompetensi Guru Achmad Faozin, Dewan Pakar Mas’ud Adnan, Romi Siswanto mewakili Rektor UT. Kegiatan PGNU angkatan pertama ini diikuti oleh 100 peserta dari tingkatan PP, PW dan PC se-Jabodetabek dan sekitarnya. Kegiatan ini dilaksankan selamat tiga hari Jumat-Ahad tanggal 10-12 Nopember 2023 dan nantinya akan berlanjut di seluruh wilayah di Indoensia. Penulis : Erik Alga Lesmana

Jurnal Guru Terbaru

  • Jakarta, PP Pergunu Oleh : Muhammad Imam Styawan* ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Kemampuan membaca peserta didik, (2) Peran guru dan orang tua pada minat belajar dalam kemampuan membaca peserta didik, (3) Faktor pendukung dan penghambat guru dan orang tua pada minat belajar dalam kemampuan membaca peserta didik. Jenis penelitian ini yaitu kualitatif dengan metode atau pendekatan studi kasus Berdasarkan hasil penelitian ini yaitu: (1) Kemampuan membaca peserta didik tergantung dari kemauan peserta didik untuk belajar membaca. Hal ini disebabkan karena adanya faktor orang tua, keluarga dan kesadaran siswa masih rendah dalam belajar membaca. (2) Peran guru pada minat belajar dalam kemampuan membaca siswa yaitu yaitu guru sebagai organisator, guru sebagai fasilitator, guru sebagai pengajar, guru sebagai pembimbing dan guru sebagai motivator. Kata Kunci: Peran Orang Tua dan Guru, Minat Belajar, Kemampuan Membaca. A. PENDAHULUAN Menurut Rulam Ahmadi (2014:38) bahwa pendidikan merupakan suatu proses interaksi manusia dengan lingkungannya yang berlangsung secara sadar dan terencana dalam rangka mengembangkan segala potensinya, baik jasmani (kesehatan fisik) dan ruhani (pikir, rasa, karsa, cipta, dan budi nurani) yang menimbulkan perubahan positif dan kemajuan, baik kognitif, afektif, maupun psikomotorik yang berlangsung secara terus-menerus guna mencapai tujuan hidupnya. Pendidikan sebagai wahana pembudayaan harus mampu melahirkan insan berbudaya dan beradab, yang dapat mengembangkan kecerdasan pikiran (olah pikir), kreativitas karsa (olah karsa), dan ketangkasan olahraga (olah raga). Dengan kata lain, pendidikan sebagai proses pertumbuhan kapabilitas berbudaya dan beradab itu adalah pendidikan budi pekerti atau pendidikan berkebudayaan. Lewat proses pendidikan yang berkebudayaan, anak-anak sebagai benih harapan itu bisa tumbuh menjadi pohon yang sehat, dengan akar yang menghunjam dalam, batang pohonnya tinggi menjulang, cabang dan rantingnya terjurai rapi, daun yang rindang, dan buah yang lebat-bernas. Akar yang kuat adalah karakter yang tangguh; batang yang tinggi menjulang adalah wawasan pengetahuan yang luas; cabang dan rantingnya adalah kompetensi dan kreativitas tata kelola; daun yang rindang adalah kemampuan kerja sama semangat bhinneka tunggal ika; sedang buah yang lebat-bernas adalah kreativitas yang bermanfaat bagi diri dan sesama (Yudi Latif, 2020: 27). Pendidikan sebagai basis utama untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Peserta didik harus memiliki karakter yang baik dan jiwa yang sehat. Yang diibaratkan sebagai pohon yang memiliki akar yang kuat; batang yang tinggi menjulang; cabang dan ranting; daun yang rindang; serta buah yang lebat. Sehingga mampu menjawab tantangan zaman yang semankin canggih dan berkembang. Perhatian utama dalam pendidikan mengarah pada peserta didik. Peserta didik merupakan anak didik yang butuh bimbingan dan arahan seorang guru. Keberhasilan peserta didik adalah harapan guru. Untuk dapat melaksanakan secara baik guru harus memahami peserta didik seutuhnya agar guru dapat memberikan layanan secara profesional kepada peserta didik. Sebagaimana dijelaskan dalam Permendikbud No. 20 Tahun 2016 Tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah “Setiap lulusan satuan pendidikan dasar dan menengah memiliki kompetensi pada tiga dimensi yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Adapun dimensi keterampilan dalam hal ini khususnya pada jenjang pendidikan dasar sebagai berikut: 1) kreatif; 2) produktif; 3) kritis; 4) mandiri; 5) kolaboratif; 6) komunikatif. Proses kegiatan belajar mengajar akan berjalan dengan baik serta tercapai tujuan pembelajaran apabila ada peran orang tua dan guru. Hal ini dharapkan dapat berdampak meningkatkan minat belajar dan kemampuan membaca peserta didik. Kemampuan membaca merupakan keterampilan dasar yang harus dimiliki oleh peserta didik agar memahami dan mengetahui materi yang dipelajari. Hasil penelitian The United Nation Educational, Scientific And Cultural Organization (UNESCO) minat baca masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan hanya 0,001 %. Sedangkan menurut Program For International Student Assessment (PISA), Indonesia menjadi bagian dari 10 negara yang memiliki tingkat literasi rendah di tahum 2019, peringkat ke 62 dari 70 negara. Dalam hal ini perlu meningkatkan kemampuan membaca terutama pada jenjang sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah karena berpengaruh terhadap hasil belajar serta sangat penting bagi kehidupan selanjutnya. Untuk itu diperlukan peran guru dalam kemampuan membaca serta motivasi dari orang tua. Keluarga adalah madrasah pertama anak. Peranan orang tua begitu sangat penting. Anak perlu dibekali dan diberikan dorongan oleh orang tua agar memiliki prinsip hidup. Tanggung jawab orang tua mendidik dan membina anaknya, suapaya anak dapat mengembangkan kemampuannya sesuai dengan perkembangan zaman serta memiliki kualitas hidup yang baik. Sedangkan tugas guru di sekolah berpengaruh terhadap minat belajar anak. Sehingga guru juga berperan memotivasi peserta didik dan memberikan perhatian lebih bagi peserta didik yang belum aktif di kelas. Berdasarkan asumsi di atas, peneliti tertarik meneliti lebih lanjut tentang peran orang tua dan guru dalam kemampuan membaca peserta didik. Selanjutnya mengangkat dalam sebuah penelitian dengan judul “Peran Orang Tua dan Guru Pada Minat Belajar Dalam Kemampuan Membaca di MI Nurul Mutaallimin”. Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi fokus penelitian yaitu: peserta didik kelas VI, orang tua peserta didik kelas VI, beserta guru wali kelas VI. Jumlah peserta didik kelas VI adalah 13 peserta didik. Kemudian peneliti hanya mengambil 3 peserta didik yang menjadi sampel penelitian, di mana terdapat 3 peserta didik yang belum lancar dalam membaca. B. KAJIAN TEORI Peran Orang Tua Lembaga yang paling penting dalam membentuk kepribadian anak adalah keluarga. Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa esensi pendidikan merupakan tanggung jawab keluarga, sedangkan sekolah hanya berpartisipasi (M. Sochib, 2000). Orang tua memiliki peran paling besar untuk mempengaruhi anak pada saat anak peka terhadap pengaruh luar, serta mengajarnya selaras dengan temponya sendiri. Orang tua adalah sosok paling mengenal kapan dan bagaimana anak belajar sebaik-baiknya (Dwi Sunar, 2007). Orang tua terdiri dari ibu dan ayah. Yang mengandung dan membesarkan serta mempunyai tanggung jawab besar untuk membimbing dan mengasuh anaknya yang memiliki tanggung jawab masing-masing dengan cara memberikan contoh dan sikap yang baik. Rosyi Datus Saadah mengungkapkan bahwa orang tua adalah salah satu institusi terkecil yang terdiri dari ayah dan ibu di dalam rumah tangganya yang terjalin hubungan interaksi antar sesama yang sangat erat (Ahmadi Farid, 2021: 65). Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa orang tua atau keluarga merupakan lingkup terkecil di dalam suatu masyarakat yang terdiri dari ayah dan ibu yang memiliki tanggung jawab untuk mengasuh dan membimbing anaknya. Minat Belajar Minat merupakan motivasi dari dalam diri seseorang atau faktor yang menimbulkan ketertarikan atau perhatian secara selektif yang dipilihnya suatu obyek atau kegiatan yang menguntungkan, menyenangkan dan lama-kelamaan akan

  • MENUMBUHKAN BUDAYA LITERASI MELALUI IMPLEMENTASI  KONSEP SEKOLAH DENGAN KEUNGGULAN SCIENCE DAN RISET (Studi Kasus Sekolah Islam Terpadu Misykat Al-Anwar)     Oleh : AHMAD FAQIH, SP. Pendidik di Sekolah IT Misykat Al-Anwar Jombang Jawa Timur   PENDAHULUAN Salah satu tuntutan hidup di zaman globalisasi adalah penguasaan ilmu pengetahuan dan kepemilikan wawasan yang luas. Untuk menuju ke arah itu, dibutuhkan tradisi literasi yang kuat. Secara ringkas, literasi adalah keberaksaraan, yaitu kemampuan menulis dan membaca. Bagi mayoritas masyarakat indonesia, kebiasaan membaca dan menulis belum begitu tertanam dalam kesehariannya. Berdasarkan publikasi hasil penghitungan Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan dan Kebudayaan, Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2019) tentang Indeks Alibaca.  Diketahui bahwa angka rata-rata Indeks Alibaca Nasional masuk dalam kategori aktivitas literasi rendah, yaitu berada di angka 37,32. Nilai itu tersusun dari empat indeks dimensi, antara lain Indeks Dimensi Kecakapan sebesar 75,92; Indeks Dimensi Akses sebesar 23,09; Indeks Dimensi Alternatif sebesar 40,49; dan Indeks Dimensi Budaya sebesar 28,50. Hasil penelitian PISA tahun 2018 yang menilai 600.000 anak berusia 15 tahun dari 79 negara, menyebutkan bahwa  Indonesia berada pada peringkat 10 besar terbawah (baca : 69 terbawah) dari 79 negara, yang diperoleh dari kemampuan literasi membaca dengan nilai 371, kemampuan matematika sebesar  nilai 379, sedangkan kemampuan sains  dengan nilai 396. Selaras dengan itu, hasil TIMSS tahun 2015, yang dipublikasikan tahun 2016 memperlihatkan prestasi siswa   Indonesia di bidang matematika mendapat peringkat 46 dari 51 negara dengan skor 397. Dasar pengukuran TIMSS bidang matematika dan sains sendiri terdiri dari dua domain, yaitu domain isi dan kognitif. Hasil sensus Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2012, tentang indikator sosial budaya diketahui bahwa hanya  17.66 %  penduduk indonesia yang berumur 10 tahun keatas  yang mengaku pernah membaca setidak-tidaknya satu artikel di surat kabar atau majalah. Angka ini sangat kecil bila dibanding kan dengan jumlah penduduk yang meluangkan waktu dan perhatian untuk menonton salah satu atau beberapa acara yang disajikan dalam televisi, yaitu sebanyak 91.68 %  atau yang meluangkan waktu untuk mendengarkan radio (18.57 %). Menyadari akan hal itu, maka sejak tahun 2015 di gelorakan gerakan literasi berdasarkan Permendikbud Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti, Pusat Pembinaan, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dimana salah satu program unggulan bernama “Gerakan Literasi Bangsa (GLB)”. Makalah ini mencoba menguraikan salah satu best practice upaya penumbuhan budaya literasi di sekolah melalui implementasi konsep sekolah dengan keunggulan science dan riset berdasarkan Pengalaman Sekolah Islam Terpadu Misykat Al-Anwar.   PEMBAHASAN Definisi budaya literasi Kata budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal).  Selo Soemardjan, dan Soelaiman Soemardi dalam Koentjaraningrat (1986) menuliskan bahwa kebudayaan adalah semua hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Pada sisi lain kebudayaan dapat dimaknai sebagai sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan, dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran dan kehidupan manusia. Literasi berasal dari istilah latin literature dan bahasa inggris letter. Trini Haryanti (2014), mendefinisikan Literasi sebagai kemampuan individu untuk membaca, menulis, berbicara, menghitung dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian yang diperlukan dalam pekerjaan, keluarga dan masyarakat. Dari uraian diatas dapat dipahami bahwa budaya literasi adalah istilah yang dimaksudkan untuk menunjukkan aktifitas berupa kebiasaan berfikir yang diikuti oleh sebuah proses membaca, menulis yang pada akhirnya apa yang dilakukan dalam sebuah proses kegiatan tersebut akan menciptakan karya. Ada banyak cara untuk menumbuhkan budaya literasi. Secara umum adalah melalui penyediakan fasilitas baca tulis seperti buku bacaan, internet dll. Mempermudah akses untuk memperoleh bahan bacaan dan tulisan melalui ketersediaan perpustakaan gratis yang  lokasinya terjangkau serta murahnya harga-harga buku dan bahan bacaan yang bermutu. Hal lain yang juga penting adalah penciptaan lingkungan yang mendukung dan nyaman untuk beraktifitas baca dan menulis. Sekolah sebagai institusi pendidikan seyogyanya menjadi lahan subur untuk penyemaian budaya literasi. Di sekolah seharusnya tersedia fasilitas perpustakaan yang dapat diakses siswa secara gratis. Perpustakaan sekolah sepatutnya memiliki koleksi buku dan bahan bacaan lainnya yang bermutu dan mampu menggugah selera baca warga sekolah. Sekolah seharusnya hadir sebagai lingkungan yang nyaman dan kondusif untuk menjadikan siswa tergerak untuk membaca dan menulis sebagai wujud kanalisasi “dahaga ilmiah” mereka.  Diantara ikhtiar yang dapat dipilih untuk mewujudkan lingkungan yang mendukung budaya literasi adalah melalui konsep sekolah dengan keunggulan science dan riset. Konsep sekolah dengan keunggulan science dan riset dan budaya literasi Berdasarkan tolak ukur kuantitatif, pembangunan pendidikan di Indonesia telah mampu mewujudkan penambahan jumlah sekolah, mendorong meningkatnya akses bersekolah serta meningkatkan angka partisipasi belajar pada semua level pendididikan. Namun, bila ditinjau secara kualitatif, mutu pendidikan di Indonesia  masih tertinggal jauh dibandingkan dengan negara-negara maju yang tergabung dalam OECD, seperti AS, Jepang, Jerman bahkan Singapura. Organization for Economic Cooperation & Development (OECD) adalah sebuah organisasi tingkat negara-negara yang beranggotakan negara “kaya” dan dipimpin oleh Amerika Serikat dan Eropa. Salah satu faktor penunjang rendahnya mutu pendidikan adalah kurang dikembangkannya keterampilan berpikir dan ketrampilan proses sains di dalam kelas. Keterampilan berpikir merupakan aspek penting dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Jika keterampilan berpikir tersebut tidak dilatih terus menerus dalam kegiatan belajar dapat dipastikan kemampuan siswa dalam menyelesaikan berbagai permasalahan akan sangat minimal dan kurang berkualitas. Keterampilan proses sains melatih siswa dalam proses berpikir dan membentuk manusia yang mempunyai sikap ilmiah. Sekolah sesuai dengan fungsi asalnya adalah lembaga untuk mendidik dan mentrasfer ilmu, budaya, seni dan teknologi, serta menanamkan nilai-nilai moral dan kearifan kepada peserta didik melalui proses belajar mengajar dan pembimbingan di lingkungan sekolah. Guna memperkuat fungsi tersebut, sekolah perlu senantiasa mengembangkan diri dengan memperhatikan aspek kebendaan, manusia, dan perkembangan lingkungan sekelilingnya. Aspek kebendaan meliputi sarana/fasilitas sekolah dan kondisi keuangan sekolah; aspek manusia meliputi kemampuan guru dan pengelola sekolah, input siswa, dan kondisi/kemampuan orang tua dan masyarakat; aspek lingkungan meliputi kondisi daerah, karakter lokal, dan kebutuhan masyarakat. Pada kisaran periode tahun 1980-an di beberapa negara maju muncul istilah Sekolah Berbasis Riset (SBR). Pada intinya, konsep ini memiliki sebuah target tersembunyi yaitu membangun semangat dan budaya meneliti di kalangan guru. Konsep SBR bermula dari dua komponen utama yaitu, guru dan kegiatan riset. Konsep SBR memposisikan guru dan pimpinan sekolah sebagai lokomotif utama penelitian. Pada umumnya tema penelitian yang dikembangkan dalam konsep ini adalah hal-hal

  • SKB 3 Menteri Tahun 1975: Eksistensi, Implikasi dan Efektivitas Pada Pendidikan Madrasah Mohamad Faojin Mahasiswa Program Doktor Universitas Wahid Hasyim Semarang  Abstract This paper confirms that the politics of national education has a strong influence on the development of madrasah in Indonesia. Even marginalized by the political madrassa education in Indonesia who are concerned and care about the school system. As a result, the alumni madrasah are not allowed to compete with school graduate or equivalent. Attempts to obtain state recognition done by the madrasah. Extitantion of Madrasah was slightly gained recognition with the publication of the Joint Decree (SKB) Three Ministers in 1975. The government’s political orientation in 1980 until the 1990s that is more accommodating to Muslims make significant changes to the current madrasah trip. The climax, the school became part of the educational system after the enactment of the National Education System Law No. 20 in 2003. Implication of the true struggle madrasah to be part of the national education system is not free. There is a cost to be paid by the madrasah for recognition. Knowingly or not, almost like the madrasah school curriculum even more such as school. Madrasah has lost the spirit. Islamic sciences trimmed, on the pretext of simplification, for recognition. So, it is too early to conclude that the struggle madrasah was over. Effectivition of Madrasah should be part of the national education system, but do not lose the spirit and erode the values and teachings of his religion, but the national education has a value and spiritual. Keywords: SKB 3 Menteri 1975, Extitantion, Implication, efetivitation, Madrasah School. Abstrak Tulisan ini menegaskan bahwa politik pendidikan nasional memiliki pengaruh kuat terhadap perkembangan madrasah di Indonesia. Bahkan madrasah termarginalkan oleh politik pendidikan Indonesia yang mementingkan dan mempedulikan sistem sekolah. Akibatnya, alumni madrasah tidak diperkenankan untuk bersaing dengan lulusan sekolah yang sederajat. Upaya untuk mendapatkan pengakuan negara dilakukan oleh madrasah. Eksistensi madrasah pun sedikit mendapat pengakuan dengan terbitnya Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri tahun 1975. Orientasi politik pemerintah tahun 1980 hingga 1990-an yang lebih akomodatif terhadap umat Islam membuat perubahan yang cukup signifikan terhadap perjalanan madrasah saat itu. Puncaknya, madrasah menjadi bagian dari sistem pendidikan setelah disahkannya Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003. Implikasinya perjuangan madrasah untuk menjadi bagian dari sistem pendidikan nasional tidaklah gratis. Ada cost yang harus dibayar oleh madrasah untuk mendapat pengakuan. Disadari atau tidak, madrasah nyaris mirip sekolah secara kurikulum bahkan makin tersekolahkan. Madrasah telah kehilangan ruh. Ilmu-ilmu keislaman dipangkas, dengan dalih penyederhanaan, untuk mendapat pengakuan. Maka, terlalu dini menyimpulkan bahwa perjuangan madrasah telah usai. Efektivitas Madrasah menjadi bagian sistem pendidikan nasional tidak kehilangan ruh dan terkikis nilai-nilai serta ajaran-ajaran agamanya, namun pendidikan pendidikan nasional mempunyai ruh, nilai-nilai dan ajaran agamanya. Kata Kunci: SKB 3 Menteri Tahun 1975, Eksistensi, Implikasi dan Efektivitas. Download lengkap Jurnal http://bit.ly/jurnal-skb3menteri-mohamadfaujin

  • ليس شيخك من سمعت منه Guru sejati bukanlah orang yang engkau dengar (ceramah-ceramah) sebatas dari lisannya saja. وإنما شيخك من أخذت عنه Tapi, dia adalah orang tempatmu mengambil hikmah dan akhlaq و ليس شيخك من واجهتك عبارته Bukanlah guru sejati , seseorang yang hanya membimbingmu dengan retorika وإنما شيخك الذى سرت فيك إشارته Tapi, orang yang disebut guru sejati bagimu adalah orang yang isyarat-isyaratnya mampu menyusup dalam sanubarimu. وليس شيخك من دعاك الى الباب Dia bukan hanya seorang yang mengajakmu sampai kepintu. وإنما شيخك الذى رفع بينك وبينه الحجاب Tapi, yang disebut guru bagimu itu adalah orang yang (bisa) menyingkap hijab (penutup) antara dirimu dan dirinya. وليس شيخك من واجهك مقاله Bukanlah gurumu, orang yang ucapan-ucapannya membimbingmu وإنما شيخك الذى نهض بك حاله Tapi, yang disebut guru bagimu adalah orang yang aura kearifannya dapat membuat jiwamu bangkit dan bersemangat. شيخك هو الذى أخرجك من سجن الهوى و دخل بك على المولى Guru adalah Cahaya yang menginpirasi Untuk mencapai tujuan dan impian, Karena inpirasi itu melahirkan Generasi yang berguna Bagi Nusa Bangsa dan agama, شيخك هو الذى مازال يجلو مرآة قلبك حتى تجلت فيها انوار ربك Guru sejati bagimu adalah orang yang senantiasa membuat cermin hatimu jernih,sehingga cahaya Tuhanmu dapat bersinar terang di dalam hatimu.. وﷲ اعلم… TERIMAKASIH GURU

Opini Terbaru

  • Pontianak, PP Pergunu Oleh: Sholihin Hz* Ramadan 1445 H sudah dilewati dengan berbagai amal sholeh di dalamnya. Tidak ada daya dan kuasa kita, kecuali atas izin-Nya kita bisa membersamai Ramadan hingga akhirnya. Ramadan sudah berakhir. Ramadan datang dengan membawa ampunan, kemaafan dan pesan untuk peduli dengan sesama makhluk. Kini Ramadan telah meninggalkan kita. Pertemuan yang akan datang? Hanya akan ada dua pilihan. Kita masih ada sehingga bisa menemui Ramadan atau kita tidak akan ketemu karena kita telah berpindah alam berikutnya. Sejatinya, Ramadan terutama pada akhir Ramadan, ibarat sebuah pekerjaan maka ia akan mendekati titik akhir dengan finishing dan penghalusan. Digembleng oleh Ramadan untuk menjadi pribadi yang tepat waktu melalui tepat waktu saat berbuka puasa. Dibina untuk menghidupkan malam-malam yang dilewati dengan sholat malam melalui tarawih/ witir dan tahajjud. Dilatih untuk mengendalikan sesuatu yang halal melalui didikan menahan makan dan minum siang hari Ramadan. Dibimbing untuk dekat dengan Al-Quran karena mulianya Ramadan salah satunya karena di dalam bulan ini al Quran diturunkan, pesannya adalah jika ingin mulia maka bersahabatlah dengan al Quran meskipun di luar Ramadan. Dalam hadits shohih disebutkan, diriwayatkan oleh Imam Muslim: “Bacalah Al Quran, karena sesungguhnya Al Quran itu akan datang pada hari kiamat sebagai pemberi syafaat bagi pembacanya”. Akhir Ramadan kita dijanjikan ampunan dan kemuliaan dengan adanya “lailatul qadar” atau malam kemuliaan. Yang beribadah pada malam itu dan dikehendaki-Nya bagi seorang hamba maka berbagai kemuliaan didapatkannya dan status keadaan saat itu adalah khairun min al fi syahrin atau lebih baik dari seribu bulan. Bersumber dari hadits Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari disebutkan: “Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada akhirnya.” (HR. Bukhari) Demikian juga sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Hibban “sesungguhnya amal itu di penghujung”. Pesan yang dapat diambil dari hadits ini adalah semangat beramal salah satunya dengan menjaga kekonsistensian kita dalam beramal. Konsistensi atau istiqamah dan menjaga semangat Ramadan sejak awal, saat pertengahan dan akhir dari perbuatan itu sendiri. Terkait yang terakhir ini adalah, kebanyakan kita semangat di awal Ramadan dan datang paling awal namun di akhir Ramadan nampak sekali penurunan drastis dari pola hidup yang penuh dengan spiritual berpindah menjadi fokus material. Allah SWT dengan rahman dan rahim nya sangat menyayangi kita, hanya kita yang tidak tahu bagaimana memahami kasih sayang-Nya. DIA sangat tahu dengan kondisi kita hanya kita yang tidak tahu bagaimana menempatkan diri kita saat berhadapan dengan-Nya. DIA Pemilik jiwa raga kita, Dia yang mengatur dan memberi rezeki kita dan kita diingatkan hanya untuk bersyukur. Meskipun nyatanya IA sindir kita dengan qoliilan maa tasykurun (sedikit sekali yang bersyukur). Sangat banyak pelajaran yang bisa kita ambil manakala kita mau sejenak merenungkan diri untuk muhasabah Ramadan. Bukankah setiap perintah yang diwajibkan-Nya pasti banyak kebaikan dan kemaslahatan di dalamnya. Demikian juga larangan yang dikeluarkan-Nya adalah mengandung kebaikan untuk hamba-Nya. Selama 11 bulan kita beraktifitas dengan berbagai situasi dan keadaan, dengan pergaulan sekitar kita yang kita ketahui haramnya, kita ketahui halalnya namun kadang terlewatkan dengan yang syubhatnya maka Ramadan dihadirkan-Nya seakan bak charge keimanan agar terjaga fitrah kesucian kita. Dibuka-Nya pintu ampunan, dilipatgandakan-Nya segala kebaikan, disediakan-Nya moment-moment istimewa untuk simpuh menangis dan menyesali segala dosa. Ramadhan tidak hanya sebatas ibadah ritual untuk investasi pribadi, Ramadhan adalah bulan yang mengajarkan bahwa di sekitar kita ada anak-anak yatim yang perlu disantuni, ada janda-janda miskin, ada panti asuhan yang perlu bantuan, ada orang tua papa yang tidak dipedulikan oleh anak-anaknya. Ramadan seakan angin segar bagi orang-orang lemah (mustadh’afin) yang menjadi ladang amal bagi siapapun yang ingin menyucikan hartanya melalui zakat baik zakit fithrah, mal maupun infaq dan shadaqah. Bulan Syawal 1445 H. ini yang dimaknai kembalinya kita kepada fitrah manusia dengan makan dan minum seperti biasanya. Jangan kita nodai hari yang fihtri ini dengan mengumbar nafsu syahwat kita dengan menghalalkan apa yang diharamkan agama. Jaga keluhuran fitrah kita dengan berpakaian sebagai aturan syariat Islam, bukan sekedar bagus dan mahalnya tapi pertanyaannya apakah pakaian kita menutup aurat atau tidak. Kita sudah melewati Ramadan dan sebenarnya tugas kita lebih berat lagi yakni menghadirkan nilai-nilai Ramadan pada 11 sesudah Ramadan. Mari kita tetap dermawan dengan zakat, infaq dan shadaqah meskipun di luar Ramadan. Mari kita tetap hidupkan dan makmurkan masjid meskipun Ramadan sudah berakhir dan mari kita jaga lisan, mata dan seluruh panca indera kita dari yang merusak keimanan kita meskipun sudah di luar Ramadan. Hati kita sudah dilembutkan dengan berbagi pada sesama maka mari nilai-nilai itu kita terapkan pada bulan-bulan sesudah Ramadan. Kita sudah menjadwalkan untuk dekat dengan al Quran maka mari jadikan jadwal membaca al Quran ini juga pada bulan sesudah Ramadan. Kita hadir diberbagai kajian keilmuan melalui kultumnya, kuliah subuhnya, peringatan NQ-nya bahkan i’tikafnya maka mari semangat untuk menuntut ilmu tetap hadir dalam jiwa kita sehingga kita dipermudah jalan menuju surga. Semoga amaliah Ramadan 1445 H diterima oleh Allah SWT dengan segala kelebihan dan kekurangannya dan disampaikannya kita menemui Ramadan 1446 H dalam keadaan sehat lahir dan batin. * Penulis merupakan Ketua Komisi Ukhuwah Islamiyah MUI Kalimantan Barat sekaligus Ketua PC Pergunu Kota Pontianak.

  • KH. Dr. Nasrulloh Afandi., Lc,MA

    Jepara, PP Pergunu Oleh : KH. Dr. Nasrulloh Afandi., Lc., MA* Setiap Bulan Desember – Januari adalah bulan Haul memperingati wafatnya KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) Sang guru bangsa. Selama ini banyak orang berbeda-beda dalam menafsirkan untaian “ciri Khas” kalimat Gus Dur ‘Gitu saja kok Repot’, sesuai dengan perspektif masing-masing. Saya menganalisa, sebenarnya dengan kalimat yang sekilas terkesan sederhana itu, fungsinya sedikitnya ada tiga hal manuver politis yang disampaikan oleh Gus Dur dengan kalimat ‘Gitu Saja Kok Repot’; Pertama:  Gus Dur membentuk opini psikologis khalayak bahwa Kondisi Gus Dur Sang Panutan itu dalam keadan baik- baik saja, tidak terbebani dengan faktor apapun. Meskipun Gus Dur tokoh panutan NU, Ketua PBNU tiga periode, cucu pendiri NU, banyak yang menghujat, mencaci maki hingga Gus Dur dituduh Kafir, murtad, liberal, antek yahudi, gundik China dan sejumlah hujatan-hujatan sadis tidak berprikemanusian yang ditunjukkan kepada Gus Dur. Namun Gus Dur cukup menaggapinya dengan santai disertai ucapan ringan dan riang ‘Gitu Saja Kok Repot’. Hasilnya, warga NU pun tidak banyak bereaksi atas hinaan-hinaan kepada Gus Dur tersebut. Kedua:  Ungkapan Gus Dur tersebut, justeru bertambah ‘ngetop’ ketika Gus Dur berada di puncak ‘popularitas’ beliau menjabat presiden RI ke- 4. Di tengah dahsyatnya badai gempuran dari rival-rival politik. Gus Dur kerap melontarkan kalimat ‘Gitu Saja Kok Repot’. Dengan kalimat itu, sebenarnya Gus Dur membentuk opini, Jutaan masyarakat pendukung fanatiknya untuk tidak perlu panik, marah, atau bereaksi anarkis ketika Gus Dur ada yang menghujat. Meskipun saat itu Gus Dur habis-habisan digempur oleh rival-rival politiknya untuk dijatuhkan dari kursi Presiden. Ketiga:  Dengan ungkapan tersebut, Gus Dur juga memberi contoh pola pikir dan ‘gaya’ kepada para pemimin atau tokoh- tokoh terkemuka untuk berjiwa besar, jangan mementingkan pribadi dan keluarga, untuk tidak reaksioner dalam menerapkan kebijakan di tengah-tengah masyarakat. Realitasnya, ketika Gus Dur pun didzolimi, dipaksa turun dari kursi Presiden tanpa sebab kesalahan yang jelas, Ia berseloroh “tidak ada jabatan di dunia ini yang perlu dipertahankan mati-matian”. Massa pendukung Gus Dur pun tenang, negara aman, bahkan di tengah situasi yang memanas itu, banyak yang sempat tertawa riang, disusul oleh Gus Dur dengan joke ‘Gitu aja kok repot’, tersebut. Hasilnya tidak terjadi anarkhis, meskipun pendukung fanatik Gus Dur dari berbagai etnis, suku dan beragam strata sempat bergejolak. Berbeda jauh dengan fenomena dasawarsa ini ada banyak tokoh ormas, tokoh parpol tertentu, atau pejabat publik hanya karena berawal dari pribadinya ada yang menghujat, atau problem karir sosial, atau politis pribadinya mengalami kendala atau ganjalan. Bukannya meredam situasi, tetapi bahkan justeru dengan sengaja cari alat pembelaan diri, tidak peduli melontarkan statement-statement kerap merisaukan publik, atau sengaja mengorbankan jamaah, simpatisan atau rakyatnya sebagai tumbal memperjuangkan kepentingan (pribadi). Bahkan kejamnya tidak peduli menumbalkan keutuhan bangsa dan negaranya sekalipun. Jadi, jelaslah manuver Gus Dur-nya kita ini, berupa ‘Gitu Aja kok repot’, kalimat tersebut punya peran dalam menyelamatkan stabilitas keamanan sosial, beragama, hingga politik bangsa dan negara. Oh, Gus Dur-nya Kita, aku rindu padamu. Ditulis 18 Desember 2016 di Pesantren Asy-Syafi’iyyah Kedungwungu, Krangkeng, Kabupaten Indramayu Provinsi Jawa Barat. * Penulis merupakan Ketua PP Pergunu, wakil Ketua Komisi Kerukuanan Antar Ummat Bearagama MUI pusat sekaligus Pengasuh Pesantren Balekambang Kabupaten Jepara Jawa Tengah.    

  • Pontianak, PP Pergunu Oleh : Sholihin HZ* Silaturahim berasal dari bahasa Arab. Kata ini terdiri dari dua kata yaitu shilah yang berarti menyambung dan ar-rahmi yang berarti kasih sayang. Maka secara sederhana silaturahim bisa diartikan sebagai tindakan untuk menyambung kasih sayang. Dari kata ini juga memunculkan nuansa rahmat sebagai perwujudan nilai-nilai Ilahiyah. Dalam salah satu kajiannya, mufassir Indonesia Prof Quraisy Syihab menjelaskan bahwa antara kata shilaturrahmi dan shilaturrahim meskipun dari akar kata yang sama namun ada perbedaan makna di dalamnya. Uniknya perbedaan ini tetap saling melengkapi dan memperkuat kedudukan kata itu sendiri. Shilaturrahim adalah menyambung hubungan persaudaraan yang berasal dari satu rahim (peranakan) dan dalam hal ini tidak akan terputus sampai kapanpun. Karena berasal dari satu ayah, satu ibu sehingga ke zurriyat berikutnya. Sementara makna shilaturrahmi bermakna menyambung hubungan persaudaraan yang didasari oleh kasih sayang kepada siapapun. Apakah memiliki hubungan karena satu rahim atau tidak. Sejatinya persaudaraan memiliki makna yang jauh lebih luas sehingga jika dikelompokkan ada karena persaudaraan sedaerah, persaudaraan se kloter haji, persaudaraan se angkatan kuliah hingga dimaknai persaudaraan sesama muslim dan sesama manusia. Lebih luas lagi persaudaraan sebagai satu keturunan dari Nabi Adam dan Siti Hawa. Dari sisi ini, maka shilah atau hubungan persaudaraan yang dibangun adalah persaudaraan lintas batas yang didasari oleh kasih sayang. Bukankah pernah kita dengar seorang yang mengatakan: “dengan si Fulan ini sudah seperti saudara”. Meskipun tidak ada pertalian darah. Mengapa dikatakan demikian? Kasih sayanglah yang mendasarinya. Jadi jika semua dianggap saudara yang terjadi adalah saling salam, saling membantu, saling mendoakan, saling menghargai. Inilah sesungguhnya hakikat shilaturrahmi. Menarik untuk diangkat seputar shilaturrahmi ini adalah ulasan Prof Nasar (Imam Masjid Istiqlal) yang menyebutkan bahwa shilaturrahmi ini tidak hanya terjadi sesama makhluk hidup, bahkan yang sudah berpindah alam pun harus tetap terjalin shilaturrahminya. Doa rabbanagh firlana yang terdapat dalam QS. Al Hasyr: 10 adalah doa berisi permohonan kepada Allah SWT untuk mengampuni dosa-dosa keluarga dan orang orang yang telah mendahului atau telah meninggal. Lengkapnya terjemahannya adalah: Ya Allah, ya Tuhan Kami, ampunilah saudara-saudara kami yang telah mendahului kami dengan membawa iman… Pendapat Prof Nasar mengingatkan kepada kita bahwa shilaturrahmi yang dibangun tidak hanya sebatas makhluk bernama manusia yang hidup, meraka yang sudah meninggal dunia pun harus tetap “dikunjungi” dengan iringan doa dan amal shaleh. Tidak hanya itu, baik dan bagusnya shilaturrahmi juga lintas manusia, shilaturrahmilah dengan pepohonan, hewan, tumbuh-tumbuhan dan makhluk Allah lainnya. Meminjam istilah Prof. Komarudin Hidayat (Mantan Rektor IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta), jalinlah komunikasi tidak hanya hablub minallah, hablun minannas tapi juga hablun minan nafs agar terdapat pencerahan untuk diri sendiri. Untaian doa dalam Qs. Al Hasyr: 10 di atas mengajarkan kepada kita bahwa karakter orang beriman adalah saling mendoakan yang dalam sejarahnya sejak zaman Rasulullah Saw tercermin dari para Muhajirin dan Anshar hingga orang orang beriman di akhir zaman adalah saling mendoakan dan menyayangi. Shilaturrahmi dengan memperluas makna cakupannya akan menjadikan semangat saling menyayangi dan mendoakan akan membuat tautan untuk saling mengingatkan. Mengingatkan untuk kebaikan. Hanya jangan sampai kita menyempitkan makna shilaturrahim atau menjalin persaudaraan sebatas bulan tertentu dan hari tertentu. Bermaafan dan shilaturrahmilah dengan iringan doa untuk saling menguatkan dan mengingatkan meskipun diluar Ramadan dan Syawal. Tidak ada jaminan masihkah kita bertemu dengan Ramadan tahun yang akan datang. Bermaafan dan saling mendoakan adalah kebiasaan terpuji yang tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Semoga Allah SWT menerima ibadah kita dan mengelompokkan kita sebagai hamba-Nya yang istiqamah di jalan kebaikan. * Penulis merukapan Ketua PC Pergunu Kota Pontianak Provinsi Kalimantan Barat

  • Pontianak, PP Pergunu Oleh : Sholihin HZ., S.Ag., M.Pd.I* Sejak pertengahan 2023, gaung Pemilu (Pemilihan Umum) telah menggema. Pemilu untuk Pemilihan Presiden dan Calon Legislatif meramaikan informasi media sosial dan perbincangan disemua kalangan. Februari 2024 menjadi titik puncak pemilu dimaksud. Tulisan ini semata untuk mengingatkan kita semua dengan harapan hati-hati dan cerdas dalam memilih dan menentukan pilihan. Peristiwa suksesi kepemimpinan ini sudah menjadi peristiwa alam dimana satu saat dinaikkan dan dipilih maka akan tiba saatnya turun dan atau tidak dipilih lagi. Sejarah mencatat bagaimana prosesi suksesi kepemimpinan era Rasulullah SAW dan Khulafaurrasyidin. Dari pemerintahan era kenabian (Rasulullah) yang kemudian dilanjutkan di era Abu Bakar Shiddiq, kemudian diteruskan oleh Umar al Faruq, tidak lama kemudian diteruskan Ustman bin Affan dan terakhir era Khulafaurrasyidin oleh Ali bin Abi Thalib. Kepemimpinan yang bagaimana yang merupakan kepemimpinan yang terbaik? Jawabannya adalah pasti era kenabian dan khulafaurrasyidin sehingga disebutkan era masyarakat yang paling baik adalah di era itu sehingga disebutkan sebagai khairul qurun. Karenanya perjalanan sejarah di era itu bisa dijadikan sebagai spirit untuk mewujudkan kepemimpinan yang (setidaknya) mendekati style kepemimpinan dimaksud. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Muslim, dari ‘Auf bin Mālik ra disebutkan, “Sebaik-baik pemimpin kalian adalah orang-orang yang kalian cintai dan mencintai kalian, kalian mendoakan mereka dan mereka pun mendoakan kalian. Dan seburuk-buruk pemimpin kalian adalah orang-orang yang kalian benci dan membenci kalian, kalian melaknat mereka dan mereka pun melaknat kalian.” Hadits ini secara tersirat menyebutkan dua hal yang masuk kategori pemimpin yang baik dan dua hal yang merupakan pemimpin yang buruk. Pemimpin dengan kepemimpinannya yang baik adalah yang rakyatnya mencintai pemimpinnya dan pemimpinnya mencintai rakyatnya. Sebagaimana umumnya orang yang mencintai adalah ia senantias akan mendoakan orang yang dicintainya. Indikator lainnya orang yang mencintai adalah berusaha menginternalisasikan nilai-nilai positif faktor yang diluar dirinya untuk dijadikannya sebagai teladan. Mencintai Nabi berarti berusaha mengikuti apa yang diajarkan dan diteladankan oleh Nabi SAW. Cinta atau mahahbbah dalam terminologinya memiliki banyak makna, mulai dari cinta monyet hingga cinta sejati (hakiki). Apapun istilahnya, bahwa cinta mampu memunculkan daya dorong untuk menuju kepada apa yang dikehendaki oleh orang yang dicintai. Cinta tidak tumbuh dengan sendirinya, berbagai varian menyertainya dalam mempersonifikasikan dirinya. Bisa cinta karena postur, cinta karena style kepemimpinan, cinta karena diikat rasa primordialisme, cinta karena kemampuan intelektualnya. Banyak hal yang melatarbelakanginya namun sesungguhnya cinta ini harus menjadi point sendiri bagi kedua belah pihak. Rakyat mencintai pemimpinnya dan pemimpin mencintai rakyatnya. Lantas pemimpin yang bagaimana yang masuk kategori seburuk-buruk pemimpin? Lanjutan hadits di atas adalah, “Dan seburuk-buruk pemimpin kalian adalah orang-orang yang kalian benci dan membenci kalian, kalian melaknat mereka dan mereka pun melaknat kalian.” Jika sebelumnya kedua belah pihak terjalin komunikasi yang baik karena saling cinta maka teks berikutnya menyebutkan bahwa pemimpin yang buruk adalah yang keduanya saling hujat dan memaki. Saling melaknat. Rakyat membenci pemimpinnya dan pemimpin membenci rakyatnya. Jika dua item utama berdirinya satu organisasi sudah tidak saling melengkapi dan saling membutuhkan maka yang terjadi adalah saling tuding, saling curiga dan akhirnya timbul ketidak percayaan. Lantas, jika sudah tidak percaya maka program dan aktifitas apa yang akan didukung sepenuhnya oleh rakyat untuk kemajuannya? Disinilah hakikat bahwa jayanya sebuah organisasi (baca: negara) besar yang diatur dan tata sedemikian rupa yang ia bisa berbentuk republik, kerajaan, parlementer dan sebagainya sebagai point terpenting. Pemimpin yang dicintai tidak tumbuh dengan sendirinya sebagaimana pemimpin yang tidak cintai bahkan dibenci juga muncul karena faktor tertentu. Sebagai catatan akhir, Rhenald Kasali dalam bukunya Re-Code Your Change DNA (2007: 239) menyebutkan, “Jadilah manager proaktif, bukan manajer reaktif”. Manager proaktif adalah manager yang ber-mindset seeks change bahkan mengambil inisiatif untuk melakukan pembaharuan dan manager proaktif ditandai dengan memprediksi hari esok dengan menciptakannya sendiri. Berlainan dengan manager reaktif yang akan bergerak reaktif tergantung (influenced by) pada kejadian yang muncul dari luar. Hal negatif dari gaya yang terakhir ini adalah selalu memiliki dan mencarialasan bahkan menyalahkan orang lain dan lingkungan. Prinsipnya yang penting aman meskipun merugikan lembaga. Selamat berpesta demokrasi lima tahunan. Semoga terpilih pemimpin yang berkualitas untuk kejayaan Indonesia. * Penulis merupakan Sekretaris Umum PW IPIM Kalimantan Barat  &  Ketua PC. Pergunu Kota Pontianak.

Agenda dan Kegiatan